Lihat ke Halaman Asli

Dayu Rifanto

@dayrifanto | Menulis, membaca dan menggerakkan.

Sang Penjerat Matahari: Masarasenani

Diperbarui: 1 November 2022   14:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover buku Masarasenani (sumber : pribadi)

"Masarasenani -- rua sairama, rua buema sarata, aso memu aropai dioto ainei bibara to diorota"
"Masarasenani datanglah segera, pergi dan ambil daun gatal untuk kakiku yang sakit dan bengkak oleh jeratmu" 

Matahari merintih dengan sedih akibat terjerat oleh seorang manusia bernama Masarasenani. Potongan kalimat ini saya temukan pada buku kumpulan cerita rakyat Irian Jaya, yang dihimpun oleh tim peneliti dari Universitas Cenderawasih. 

Para peneliti yang bagi para peminat pendidikan, budaya akan sangat mengenal mereka. Mereka adalah Drs. August Kafiar MA, Dr. Daan C Ajamiseba, Arnold C Ap, dan V. Subiat. 

Buku dengan judul "Cerita Rakyat Daerah Irian Jaya' dan diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1983 memuat belasan cerita rakyat, dan salah satunya adalah cerita rakyat dengan judul "Masarasenani." Sebuah cerita yang berasal dari daerah Windesi, di Teluk Wondama. Tetapi, para peneliti mengambil datanya di Jayapura dengan mewawancarai informan yang merupakan penutur dari suku di daerah Windesi bernama Aquila, yang tinggal di daerah Kloofkamp, Jayapura saat itu.

Itulah kali pertama saya membaca kisah Masarasenani, perjumpaan kedua dengan kisah ini saya temukan pada buku kumpulan cerita yang ditulis oleh Bahrudin Supardi, diterbitkan penerbit Rosda Bandung pada tahun 1994 yang berjudul "Memperdaya Kasuari Sombong -- dan Dongeng Irian Jaya lainnya." 

Cerita tentang Masarasenani pada buku ini ditulis dengan judul " Menjerat Sang Matahari." Buku yang tipis saja, dan memuat adaptasi atau penulisan ulang beragam cerita rakyat Irian Jaya, walau sumbernya tidak disebutkan, untuk penulisan Masarasenani, saya yakin menggunakan penulisan dari tim peneliti Universitas Cenderawasih bertahun sebelumnya.

Begitu menariknya kisah ini, membuat ia kemudian dituliskan ulang oleh Dr. Murti Bunanta, seorang doktor sastra anak, pada tahun 2011 dan diadaptasi menjadi cerita anak dengan ilsutrasi yang memikat dengan judul "Masarasenani dan Matahari". 

Pada sebuah tulisan yang pernah saya baca, beliau pernah menyampaikan bahwa ia perlu membaca begitu banyak cerita rakyat sebelum memutuskan cerita mana yang paling pas, tepat, sesuai untuk ditulis ulang dan diadaptasi menjadi cerita bergambar. 

Atau singkatnya pemilihan cerita tersebut harus selektif, karena harus memastikan bahwa cerita tersebut menarik, bermanfaat, isi serta pesan dalam cerita tersebut yang sesuai dengan perkembangan anak.

Membaca banyak kisah dan memilih untuk mengadaptasinya menjadi cerita anak adalah sebuah kutipan yang sangat membekas pada saya, ketika membaca pendapat Ibu Murti Bunanta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline