Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Kenangan Lima Tahun yang Lalu dan Berulang Tahun dalam Sunyi di Baghdad

Diperbarui: 17 September 2019   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Inilah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Baghdad Ibukota Irak yang saya  "up load" baru-baru ini. Sudah tentu banyak perubahan ketika saya ke Baghdad lima tahun yang lalu, tepatnya pada 15 September 2014. 

Terlihat Irak sekarang sudah lebih aman dibandingkan sewaktu saya ke sana tahun 2014. Tidak ada lagi dinding yang tinggi untuk mengantisipasi serangan atau ledakan bom yang dilakukan gerilyawan Negara Islam di Irak (ISI). Kemudian berkembang ke Suriah, hingga berubah namanya menjadi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).

Dok. Pribadi

Bandingkanlah dengan foto saya di KBRI Baghdad tahun 2014. KBRI dilindungi tembok dan tertutup. Di luarnya terdapat beberapa polisi Irak yang sedang berjaga-jaga dan berdiri siap siaga. Duta Besar Indonesia di Irak waktu itu, sekaligus yang mengundang saya ke Irak, adalah Letnan Jenderal (Marinir) Safzen Noerdin.

Hari ini, 15 September 2019, lima tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 September 2014, pesawat yang saya tumpangi Etihad Airways sudah mendekati Bandara Baghdad, ibu kota Irak.

Memang tidak seperti bandara internasional lainnya, suasana terasa agak sepi jika dibandingkan dengan bandara internasional lainnya yang sebelumnya saya kunjungi. Maklumlah sewaktu-waktu Bandara bisa saja dipakai oleh Angkatan Udara Irak, yang sejak kedatangan saya  sewaktu-waktu dipakai untuk mengusir kelompok ISIS.

Bagaimana pun, kali ini ke Irak, saya bisa memakai pesawat jika dibandingkan perjalanan pertama ke Irak pada 13 Desember tahun 1992. Pada tanggal itu, meski tujuan utama saya ke Baghdad, Irak, tetapi langkah pertama saya tidak bisa langsung ke Baghdad seperti tahun 2014 itu. Saya harus menuju Yordania dulu. Dari sana, kemudian saya melalui darat naik taksi ke ibu kota Irak, Baghdad.

Jalan yang ditempuh waktu itu sekitar 885 kilometer yang menghabiskan waktu selama lebih kurang 13 jam. Itu pun melalui jalan datar, maklumlah melalui padang pasir yang sangat luas.Dahulu persoalan Irak adalah mengenai pemberlakuan Zona Larangan Terbang sepanjang garis paralel 36 di Utara Udara Irak dan 32 di Selatan Udara Irak.

Bukan hanya saya saja yang mengalaminya sebagai seorang wartawan, waktu itu di harian "Merdeka," pimpinanan Burhanudin Mohamad Diah (BM Diah). Tetapi dari wartawan hingga kepala negara lain, harus melalui jalan darat.

Melalui surat BM Diah pula, saya diperkenankan masuk ke Irak oleh pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein.

Perjalanan saya ke Irak tahun 2014 karena diundang Duta Besar Indonesia untuk Irak waktu itu, yaitu Letjen TNI (Marinir/Purn) Safzen Noerdin.

Udara di kota Baghdad ketika itu, sangat panas. Saya dijemput di Bandara oleh staf Duta Besar. Dalam perjalanan ke Kedutaan Besar Indonesia, saya melihat masih ada gundukan tanah, akibat perang antara pasukan Amerika Serikat dan sekurunya melawan pasukan Irak yang setia kepada Presiden Irak Saddam Hussein. Pasukan Irak kalah total dan akhirnya Presiden Irak setelah melalui pengadilan, ia dianggap bersalah, karena selama pemerintahannya melakukan berbagai pembunuhan terhadap suku Kurdi dan kelompok Islam Syiah. Saddam Hussein tewas di tiang gantungan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline