Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Perang Menjadikan Anak-anak Sebagai Korban Terbanyak

Diperbarui: 20 Mei 2019   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak bersama warga sipil lainnya melarikan diri dari sebuah kelompok radikal di Suriah, duduk di belakang sebuah truk dekat Baghuz, Suriah timur, Senin (11/2/2019) waktu setempat. Jutaan anak menjadi korban dalam perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011, selain dibunuh, disiksa, dan diculik, mereka juga menderita gizi buruk dan kerap menjadi tameng hidup di medan perang.(AFP PHOTO/DELIL SOULEIMAN)

Perang menimbulkan masalah baru untuk sebuah negara. Baru-baru ini, Kamis, (16/05/2019) data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporan bahwa ada sekitar 5.322 orang meninggal dan luka-luka. 

Korban ini tersebar di empat negara, yaitu Nigeria, Afghanistan, Irak dan Suriah. Itu data tahun 2017. Belum lagi data tahun 2018 dan awal tahun 2019, karena bom mobil, ranjau yang ditanam di bawah tanah, juga korban serangan udara di Yaman dan Jalur Gaza, Palestina belum direkam.

Foto: Taisir Mahdi (Irak) | mymodernmet.com

Jika dihitung, ada sekitar 420 juta jiwa anak-anak terancam hidupnya di daerah rawan. Laporan ini juga menyebut korban yang berjatuhan ketika gerilyawan Negara Islam (IS) mulai muncul di Mosul, Kota Irak tahun 2017. 

Berbicara tentang munculnya Negara Islam di Irak, tidak lengkap jika tidak melihat secara kasat mata penderitaan rakyat Irak semasa PBB juga atas desakan Amerika Serikat (AS) melakukan embargo ekonomi ke Irak.

(unicefusa.org)

Saya ke Irak pertama kali di bulan Desember 1992. Secara kasat mata, saya menyaksikan betapa rakyat Irak menderita akibat embargo ekonomi. Kemudian saya juga menyaksikan dari dekat kehancuran kota Irak akibat serangan AS dan menggulingkan pemerintahan Presiden Irak, Saddam Hussein. 

Pada tanggal 15 September 2014, saya kembali lagi ke Irak. Menyaksikan sebagian besar kota itu sudah rusak akibat serangan udara dan darat pasukan AS. Sudah tentu korban jiwa tidak terhitung jumlahnya. 

Ketika saya ingin pulang kembali ke Jakarta, Duta Besar Indonesia untuk Irak pada waktu itu, Letnan Jenderal TNI (Marinir/Purnawirawan) Safzen Noerdin menanyakan kepada saya, apa masih mau lama tinggal di Irak? 

Saya jawab, "tidak." Benar dugaan saya kalau saya masih di Irak, saya tidak tahu kapan pulang karena tidak lama saya mendarat di Jakarta, Bandara dipakai pasukan AS  untuk menyerang pasukan pasukan Negara Islam di Irak (ISI).

Situasi kemanusiaan semakin mengerikan bagi para pengungsi Suriah yang terdampar di kamp dekat perbatasan Yordania (news.un.org)

Banyak yang luput dari ingatan kita jika mendengar Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Cikal bakal ISIS itu bermula di Irak. Pada tanggal 15 Oktober 2006, resmi dideklarasikan berdirinya "The Islamic State of Iraq (ISI) yang kemudian menjadi payung organisasi bagi kelompok-kelompok organisasi bersenjata yang sebelumnya telah ada.

Kemudian tanggal 9 April 2013, kepemimpinan ISI berpindah ke tangan Abu Bakar al-Baghdadi. Di tangannya, ISI berubah nama menjadi ISIS, karena kelompok ini sudah berkembang ke Suriah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline