Lihat ke Halaman Asli

Dany Beler

Seorang penulis amatir yang ingin menjadi pengamat

Pindah Ibu Kota Bikin Pengangguran Jadi Punya Kerjaan

Diperbarui: 2 September 2019   13:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: kompas.com

Dimulai dari pertongkrongan minggu malam di sebuah kedai kopi bersama teman-temen SMA saya, setiap pertongkrongan dimulai saya dan teman saya memang selalu ngobrol ngalor ngidul, kadang ngomongin temen, kadang ngomongin mantan, kadang juga ngomongin mantan yang sekarang jadi temen, hehe, oke lanjut... 

Jadi ditengah-tengah obrolan yang gak terarah, ada salah satu temen saya (Iqbal) melempar topik pembahasan yang cukup membuat saya dan teman-teman yang lain kaget. (Iqbal) melempar topik "Gimana pendapat kita mengenai pindahnya Ibukota ke Kaltim?"  

Teman-teman saya kaget karna gak ada angin gak ada hujan tiba-tiba (Iqbal) melempar topik tersebut, saya kaget karna "Ko dia bisa mikir itu?" hahaha setau saya dia orang yang tidak terlalu peduli dengan hal yang terjadi saat ini. 

Akhirnya tanpa ada data yang mumpuni kami pun menjawab pertanyaan tersebut dengan wawasan yang rendah dan nekat yang tinggi: ada sebagian teman saya yang tidak setuju terhadap perpindahan Ibu kota ke Kaltim, ada sebagian yang setuju termasuk saya. 

Mendengar sikap saya setuju, teman-teman saya saling menatap dan terlihat kebingungan, setidaknya saya sudah membuktikan bahwa saya yang mempunyai nekad yang tinggi hehe

Argumentasi demi argumentasi mulai bertebaran menghiasi pertongkrongan malam itu. Satu sama lain saling serang dan merasa paling  benar terhadap opini yang mereka punya.

Salah satu alasan pindahnya Ibu Kota adalah karena di Jakarta polusi udara sudah semakin memburuk, teman satu berpendapat polusi bisa dicegah dengan uji emisi kendaraan yang sudah tidak layak beroprasi untuk dimusnahkan.

Polusi udara dari kendaraan juga bisa disiasati dengan adanya mobil listrik yang akan launching nanti, teman lain menyanggah argumentasi tersebut dengan argumen tidak bisa disiasati dengan hal tersebut, karena sebagian kendaraan atau transportasi yang sudah tua dimusnahkan sejak dulu seperti oplet, bemo, dll. 

Ditambah angka pengguna kendaraan pribadi setiap harinya di Jakarta semakin meningkat, jadi solusi yang ditawarkan tidak bisa aplikasikan.

Sementara itu saya melihat sebuah kejanggalan terhadap tongkrongan ini.

Saya berpikir sebetulnya Pemerintahlah yang harusnya saling serang argumentasi seperti saya dan teman-teman saya untuk memikirkan solusi yang akan dilakukan, karena percuma juga ketika kita debat dan diskusi panjang lebar jika memang keputusan tersebut akhirnya pemerintah yang memutuskan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline