Lihat ke Halaman Asli

Daniel SetyoWibowo

Tutor kelompok belajar anak-anak

Fransiskus dan Bonaventura

Diperbarui: 15 Juli 2019   10:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto : Dokpri

"Kita seharusnya tidak boleh percaya bahwa membaca saja sudah cukup tanpa merasakan, merenung tanpa devosi, menelaah tanpa keingintahuan, mengamati tanpa kegembiraan, bekerja tanpa kesalehan, mengetahui tanpa cinta, memahami tanpa kerendahan hati, berikhtiar tanpa rahmat ilahi." (Bonaventura, I Prologue 4)


Hari ini (15/7) Gereja Katolik memperingati Doctor Seraphicus dari Ordo Fratrum Minorum (Ordo Saudara Dina) si "untung", Santo Bonaventura. Ia dijuluki Doctor Seraphicus karena kebijaksanaannya bagaikan kebijaksanaan para malaikat.

Untuk mengambil manfaat dari peringatan ini dan mengenal lebih jauh siapa, apa dan bagaimana ajaran Bonaventura, berikut diturunkan tinjauan buku berjudul Fransiskus dan Bonaventura, hasil karya Pater Dr. Paul Rout OFM.  Tinjauan ini pernah dimuat dalam blog pribadi pada tanggal 1 Juni 2012 yang lalu dan telah sedikit banyak mengalami pembaruan. 

Otentik

Berjumpa dengan Allah sungguh merupakan hal yang paling mempesonakan dan sekaligus menggentarkan (nominosum fascinosum et tremendum), meminjam istilah teolog Rudolf Otto, bukan saja bagi orang kudus dari Asisi yang fenomenal itu, Fransiskus, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak orang dan dunia. 

Bonaventura bukan hanya menyingkap misteri itu, tetapi tersedot juga dengan pengalaman Fransiskus yang membuat jiwanya melompat kegirangan.

Pengalaman Fransiskus yang otentik itu, tampak secara lahiriah tidak masuk akal. Ia yang biasanya berhura-hura bersama kawan-kawannya untuk menyanyi dan berkeliling ke sana kemari  seperti gaya hidup yang dijalankan para trobadour. (Fenomena trobadour marak di Italia dan Prancis yang dimulai abad ke-11 dan menimbulkan suatu gerakan yang meluas di Eropa termasuk Jerman, Spanyol, dan Portugal).

Setelah menjadi anak zaman dan mengikuti arus para penyair-musisi trobadour, Fransikus menjadi anak angkat arus zaman yang lain, yaitu keinginan kuat menjadi seorang ksatria seperti umum dilakukan para lelaki abad pertengahan menjelang abad modern. 

(Untuk memahami ini, mungkin film atau buku The Three Musketeers karya  Alexandre Dumas sangat membantu.) Fransiskus menggebu-gebu ingin menjadi ksatria dengan ikut berperang dalam negara-kotanya.

Namun, kini tiba-tiba ia meninggalkan semua kesenangannya itu termasuk lindungan orang tuanya yang kaya raya. Ia pulang dari medan laga perang seperti seorang pecundang dan pengecut bahkan kalah sebelum perang.

Lebih tidak masuk akal lagi, orang yang biasanya menghindar dari orang kusta karena jijiknya, justru kini malah turun dari kuda, memeluk, dan menciumnya. Dari sinilah kehidupannya berubah 180 derajat. Berbalik dari kesenangan dan kesia-siaan duniawi dan masuk dalam kuasa ilahi. Suatu pembalikan sikap dan pandangan secara total.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline