Lihat ke Halaman Asli

Daniel H.T.

TERVERIFIKASI

Wiraswasta

Program Minyak Goreng Curah Bersubsidi Terancam Gagal?

Diperbarui: 16 April 2022   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aktivitas pemindahan minyak goreng curah dari kapal ke truk tangki di Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Jawa Tengah, 7/4/2022. (Kompas.id)

Sebenarnya harga minyak goreng sawit mulai bermasalah sudah sejak sekitar Oktober-November 2021. Ketika itu hampir setiap hari terjadi kenaikan harga. Pada Januari 2022 barulah mulai mencolok kondisinya karena harganya sudah terlalu tinggi.

Pada saat itulah pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi turun tangan untuk mengatasinya. Ironis dan tragisnya intervensi Menteri Perdagangan itu justru membuat kondisi semakin runyam.

Sebelum dia intervensi, masalah "hanya" pada harga. Tetapi begitu dia intervensi, minyak goreng tiba-tiba menjadi langka, dan semakin langka. Sebelum dia intervensi, tidak ada antrian, tetapi begitu dia intervensi antrian minyak goreng pun terjadi. Dari hari ke hari antrian semakin panjang, dan menyebar di hampir seluruh Indonesia.

Muhammad Lutfi pun sepertinya bingung sendiri. Buktinya hanya dalam tempo dua bulan ia mengubah-ubah peraturan yang dibuatnya sendiri untuk mengatasi permasalahan minyak goreng itu. Tercatat enam kali ia merevisi peraturan menteri perdagangan terkait minyak goreng itu. Enam-enamnya dianggap keliru. Tak heran permasalahan minyak goreng itu bukan membaik tetapi malah semakin parah.

Sampai akhirnya permasalahan tersebut "diambil-alih" Presiden Jokowi. Rapat terbatas kabinet dipimpin Presiden Jokowi pun segera diadakan di Istana Negara, Jakarta, pada 15 Maret 2022. Dihadiri antara lain oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.

Rapat terbatas itu menghasilkan keputusan mencabut Peraturan Menteri Perdagangan tentang harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan. Harga minyak goreng kemasan disesuaikan dengan harga keekonomiannya (kelayakan harga). Kenyataannya,  yang terwujud adalah harga mekanisme pasar. Harga mahal di atas Rp. 23.000/liter.  Karena memang sesungguhnya harga minyak goreng itu dipengaruhi juga oleh harga bahan baku utamanya (CPO) di pasar internasional yang sedang tinggi-tingginya. Sedangkan ketentuan tentang HET minyak goreng curah dipertahankan Rp. 14.000/liter.

Untuk menjamin ketersediaan minyak goreng curah Menteri Perindustrian Agus Gumiwang membuat peraturan mewajibkan produsen-produsen  minyak goreng untuk memproduksi minyak goreng curah untuk dijual ke masyarakat dengan HET Rp. 14.000/liter. 

Selisih harga antara harga keekonomian dengan HET akan disubsidi alias dibayar oleh  Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) kepada para produsen minyak goreng curah tersebut.

Apakah solusi tersebut berhasil? Apakah kini minyak goreng curah tersedia cukup dengan HET  Rp. 14.000/liter di masyarakat? Jawabannya, tidak. Minyak goreng curah tetap langka, dan harganya tetap masih jauh di atas HET.

Masalah Itu Ada pada HET dan Subsidi

Penyebabnya adalah karena pemerintah dalam hal ini Menteri Perindustrian Agus Gumiwang masih meneruskan cara yang salah dari Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi tentang penentuan HET dengan mekanisme subsidi kepada produsen minyak goreng sawit.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline