Lihat ke Halaman Asli

Anak Belajar dari Kita

Diperbarui: 27 Juni 2015   22:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai orangtua tentu kita memahami bahwa anak merupakan amanah dari Allah Swt. Sebagai amanah, anak harus dididik dengan sebaik-baik pendidikan. Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan kepada setiap orangtua untuk mendidik anak-anaknya karena meraka akan menjalani kehidupan yang berbeda zaman dengan orangtuanya.

Salah satu contoh sikap orangtua mengenai anak sebagai amanah, tersirat dari percakapan Nabi Ya’qub As dengan anak-anaknya dan hal itu diabadikan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 133 mengenai percakapan tentang apa yang akan disembah oleh anak-anaknya setelah beliau meninggal dunia. Dari percakapan tersebut tersirat pesan bahwa orangtua menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya terutama dalam penguatan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Krisis moral yang melanda negeri ini menjadi sorotan terutama mengenai pembenahan pendidikan nasional. Berubahnya kurikulum salahsatunya dipicu dari belbagai permasalahan moral yang melanda generasi bangsa. Hal itu menjadi bagian penting bagi orangtua, pendidik, dan masyarakat pada umumnya dalam rangka menjaga dan mendidik anak-anak kita sehingga tidak menjadi generasi yang lemah baik lemah dari aspek iman, moral, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.

Sebagaimana hal itu diisyaratkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 9 bahwa setiap orangtua, lembaga pendidikan, bahkan pemerintah harus takut jika melahirkan generasi yang lemah. “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Depag RI, 1989:116).

            Mengenai anak belajar dari orangtua, hal itu diperkuat oleh Dorothy Law Nollte (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1996:102) sebagaimana dalam sajaknya bahwa anak belajar dari kehidupan. Beberapa bait sajaknya menegaskan bahwa Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki, Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi, Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri.

Menurut Zakiah Daradjat (1970:56) orangtua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Kepribadian orangtua, sikap, dan cara hidup mereka, merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk ke dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh itu. Dengan demikian, pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama, di mana pendidik yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan seorang anak adalah orangtua. Kaidah ini ditetapkan secara kodrati, karena mereka ditakdirkan menjadi orangtua anak yang dilahirkan. Oleh sebab itu di mana dan dalam keadaan bagaimanapun mereka harus menempati posisinya itu, yakni orang yang paling bertanggung jawab dalam mendidik anak.

Memberikan contoh yang baik kepada anak-anaknya sebagaimana dalam Al-Quran disebutkan dengan konsep “Uswatun Hasanah” dalam bahasa Ki Hajar Dewantara dengan konsep “Ing Ngarso Sung Tulodo” bahkan di pendidikan formal guru harus menjadi “role model” bagi siswa. Hal itu semua memberikan pesan mengenai pentingnya keteladanan dari orangtua dan stakeholders lainnya kepada setiap anak.

Untuk itu, sudah saatnya pendidikan bagi anak tidak diserahkan 100% kepada pihak sekolah. Orangtua harus memiliki andil bahkan menempatkan diri sebagai guru utama bagi anak-anaknya. Sehingga lahirnya generasi yang shaleh, cerdas, dan memiliki kecakapan hidup (life skill) dalam menjalani kehidupannya merupakan dambaan bersama. Semoga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline