Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Tanoto

Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Ironi Menjadi Laki-laki dalam Budaya Patriarki

Diperbarui: 20 Oktober 2022   17:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:eranasional

Jika mendengar kata laki-laki boleh jadi orang akan merasa bangga, atau sebaliknya merasa sebagai "beban". Namum pernahkah anda membayangkan bagaimana kondisi laki-laki di tengah sistem patriarki? 

Di bawah ini boleh jadi beginilah kondisi laki-laki dalam kultur (budaya) patriarki, yakni kultur  yang menganggap bahwa laki-laki adalah segalanya dan sering kali dianggap sebagai pemegang otoritas kehidupan.

Kalau tidak bekerja dianggap tidak berguna
Kalau menangis dianggap cengeng
Kalau bekerja harus yang prestisius
Kalau masih jomblo dianggap lapuk/gak laku
Kalau menikah otomatis jadi kepala keluarga
Kalau tidak tegas dianggap mencla-mencle
Kalau penuh pertimbangan dianggap peragu
Kalau suka bersih-bersih dianggap sok-sokan
Kalau memilih diam dianggap tidak peduli
Kalau belanja dianggap dunia sudah terbalik
Kalau berdandan dianggap pesolek
Kalau mencuci pakaian keluarga dianggap takut istri
Kalau banyak berbicara dianggap tidak wajar
Kalau menjemur pakaian istri dan anak ditertawakan
Kalau mengeluh dianggap lemah
Kalau curhat dianggap cemen
Kalau momong anak dianggap tidak pantas
Kalau mengalah dianggap penakut
Kalau belum punya anak dianggap tidak jantan
Kalau menyukai warna pink dianggap ganjen
Kalau jadi guru PAUD disepelekan

Kondisi laki-laki sungguh "tragis" dalam kultur patriarki. Laki-laki dituntut harus tangguh, laki-laki dipaksa harus perkasa, laki-laki dinarasikan harus jadi pemimpin, laki-laki diminta harus selalu punya duit dan tuntutan-tuntutan lainnya.

tirto.id

Semua hal tersebut di  atas hanyalah sebagian kecil "doktrin" yang terus menerus diproduksi dan dilanggengkan oleh sebagian dari kita. Laki-laki akan dikungkung oleh nilai yang dianggap benar yang biasanya disematkan kepada laki-laki meskipun sebenarnya "tidak mampu" memenuhinya.

Butuh keseriusan dan keberanian luar biasa untuk menyudahi ini semua. Perlu dukungan dari semua pihak untuk memutus mata rantai ini yang merupakan salah satu sumber biang kerok makin maraknya segala bentuk kekerasan.

Wahai para laki-laki yang sedang berproses dan berjuang untuk menghapus kultur patriarki serta sedang melawan segala bentuk stigma terhadap laki-laki kita harus istiqomah (konsisten) melawan semua ini. Jadi, dimana enaknya menjadi laki-laki dalam kultur patriarki?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline