Lihat ke Halaman Asli

Wahyu Tanoto

Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Sudahlah, Wong Sama-sama Salah

Diperbarui: 6 Desember 2018   13:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto: https://news.detik.com

Jagad perpolitikan tanah air kembali menyita perhatian publik setelah salah satu capresnya tidak fasih menyebut gelar Nabi Muhammad SAW (Sallaallahu 'Alaihi Wassalam) dalam sebuah panggung acara bertajuk reuni akbar alumni 212 di monas Jakarta. Saat berpidato dalam acara tersebut, Prabowo salah mengucapkan singkatan SAW, gelar Nabi Muhammad. Semestinya, Rasulullah Sallaallahu 'Alaihi Wassalam, namun dalam pidatonya Prabowo mengucapkan Sallaallahu hulaihi wassalam.

Dikutip dari laman ini, begini setidaknya petikan pidatonya. "Saudara-saudara sekalian, salawat dan salam kita tujukan kepada junjungan kita, baginda nabi besar Muhammad Rasulullah hullaihi wassalam, yang telah memberi kita agama dan peradaban," kata Prabowo.

Bisa ditebak, kesalahan pengucapan gelar Nabi Muhammad langsung menjadi sasaran tembak dan "ejekan", terutama di media sosial. Kalimat bernada ejekan dengan mudah kita jumpai dalam beberapa beranda FB.  Bahkan ada juga tangan-tangan kreatif pembuat meme yang arahnya mengejek atas kesalahan penyebutan gelar Nabi Muhammad SAW tersebut. Seperti biasa, ada juga jurus memohon pemakluman dari rakyat yang dilakukan oleh timsesnya yang menyebut bahwa Prabowo "keseleo" lidah dan merupakan hal yang manusiawi.

Peristiwa di atas mengingatkan saya ketika Presiden Jokowi juga dianggap salah saat mengucapkan Al Fatihah menjadi Al Fatekah dalam membuka acara MTQ Nasional ke 27- di Medan pada Oktober lalu. Sama seperti Prabowo, akhirnya banyak juga orang-orang yang tidak respect bahkan ada juga yang cenderung menghina Jokowi karena salah ucap tersebut.

Akhirnya, dengan berbagai upaya para pendukung dan timsesnya membela Jokowi dengan beberapa argumentasi, meskipun masuk akal tapi menurut saya terkesan dicari-cari. Hal ini saya anggap biasa dalam suatu kontestasi politik. Diantaranya yang paling banter adalah karena ada kebiasaan dalam pengucapan bahasa Arab sesuai aksen daerah tertentu, kebetulan Jokowi berasal dari Solo, Jawa Tengah.

Salah ucap yang dilakukan Prabowo maupun Jokowi sebaiknya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, terutama para pendukungnya. Lebih-lebih timsesnya. Dari dua peristiwa tersebut boleh jadi, dua calon presiden tidak ada yang lebih jago dalam hal ilmu agama Islam dibandingkan dengan yang lain. Kedua calon presiden sama-sama tidak lebih baik dalam menyebut istilah penting dalam agama Islam.

Boleh jadi, Prabowo tidak lebih Islam daripada Jokowi meskipun didukung oleh ulama dan para habaib. Atau bahkan sebaliknya Jokowi juga tidak lebih Islam meskipun calon wakil presidennya juga seorang Kyai. Artinya, perdebatan siapa salah-siapa benar dalam konteks ini sangat dilatar belakangi oleh persoalan politik, pemilihan presiden 17 April 2019. Bayangkan jika dalam kondisi normal dan tidak berada dalam tahun politik, boleh jadi kasus salah ucap oleh kedua calon presiden tidak akan pernah dipermasalahkan, bahkan dianggap hal yang lumrah.

Sebagai catatan akhir, saya hanya bisa berharap kepada seluruh masyarakat Indonesia agar menyudahi perdebatan tersebut. Bagi para capres dan timsesnya, bagikanlah narasi-narasi pesan yang lebih adem dan sejuk seperti pemaparan ide gagasan bagaimana cara menyejahterahkan rakyat, mencegah berkembangnya IRET (intoleransi, Radikalisme, Ekstremisme dan Terorisme), membahas penyelesaian kasus-kasus kekerasan seksual serta persoalan lain yang menyentuh jantung serta urat nadi rakyat. Jadi, sebenarnya teramat konyol jika kita masih memperdebatkan klaim ke-Islaman seseorang hanya dilihat dari ucapannya. Wallahu a'lam...

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline