Lihat ke Halaman Asli

Penasaran dengan Kode Plat Nomor Kendaraan di Jawa

Diperbarui: 28 Oktober 2015   08:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Alih-alih membicarakan soal serius, seperti satu tahun pemerintahan Jokowi – JK, kabut asap dan sebagainya yang membikin sedih, mending saya agak meleng sedikit membahas tentang salah satu hal paling misterius yang pernah saya jumpai selama hidup. Kemisteriusan ini sungguh mengganggu dan sampai saat ini belum juga terpecahkan, makanya saya sharing di sini siapa tahu sudah ada yang membuat kajian secara serius mengenai hal ini. Misteri itu adalah bagaimana sebenarnya penamaan kode plat nomor kendaraan di Indonesia bermula? Mengapa kode A jatuh di Serang, B di Jakarta, C tidak ada, lalu D di Bandung, E di Cirebon dan seterusnya.

Lalu mengapa beberapa daerah memiliki kode dua huruf, dan mengapa jatuhnya AA di Kedu, AB Yogyakarta, AC tidak ada, AD Solo? Mengapa kode-kode kendaraan itu terasa acak seperti sengaja membingungkan para penggunanya? Apakah kode itu disusun memang dibuat secara acak, oleh orang yang setengah sadar?

Yang menjadi pertanyaan lagi adalah, mengapa kode yang seolah acak itu hanya terjadi di Jawa, mengapa di daerah lain memiliki keteraturan walau tidak seluruhnya, misalnya di Sumatera seluruhnya dua huruf diawali huruf B, Kalimantan diawali huruf K, Sulawesi Maluku diawali huruf D dan seterusnya. Pengkodean itu memudahkan untuk mengenali dengan cepat dari mana sebuah kendaraan berasal. Beda dengan di Jawa yang harus membiasakan diri sebelum tahu dan mengenali dari mana asal sebuah kendaraan.

Ada beberapa analisis mengapa kode kendaraan terasa begitu acak. Pertama, kode kendaraan pada awalnya hanya dimaknai sebagai tanda pengenal kendaraan, belum sebagai unsur penting bagi pengenalan wilayah. Di Jawa terutama, yang merupakan daerah lebih maju, mungkin kendaraan bermotor mula-mula muncul sejak jaman Belanda, yang kemudian baru disadari perlunya pengkodean tersebut, yang semata-mata dilakukan hanya untuk sebuah pencatatan, maka kode apapun tidak masalah, yang penting dapat membedakan satu dengan lainnya. Walhasil, jadilah kode seperti sekarang ini, yang seolah hasil dari menyebar huruf dari langit dan di mana huruf itu jatuh maka itulah kode yang diambil. Maka, pusing, pusinglah kau sendiri.

Kedua, ada konspirasi besar dari penjajah Belanda untuk mencegah kode kendaraan itu dimanfaatkan untuk konsolidasi perjuangan. Dengan membuat kode yang acak akan menyusahkan kaum pejuang untuk menjadikannya sebagai sebuah kode perjuangan, karena harus menghapalkan satu demi satu kode-kode tersebut yang tentunya sangat tidak sempat dilakukan pada suasana perjuangan waktu itu.

Padahal kode yang acak itu sebenarnya juga menyusahkan Belanda sendiri yang sebenarnya dapat memanfaatkan sebagai kode penjajahan juga. Maka sebenarnya pengkodean yang acak itu merupakan sebuah win-win solution bagi perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari penjajah Belanda.

Begitulah analisis berdasar prasangka yang sempat saya lakukan siang ini. Semoga ada manfaatnya, setidaknya mengisi waktu pagi yang terasa lambat ini :)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline