Lihat ke Halaman Asli

Ignasia Kijm

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

Melestastarikan Budaya Bangsa dengan Genta Nada

Diperbarui: 8 Desember 2018   18:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Genta nada setinggi 3 meter. (foto dokumentasi pribadi)

Genta nada bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Di tangan Abdul Madjid, genta nada dihadirkan dalam nuansa baru yaitu keberagaman nada. Ada nada Sunda, Jawa, Bali, Melayu, Cirebon, Makassar, dan Manado. 

Ada pula nada Jepang, Mandarin, blues, dan Hindu. "Genta nada yang asal bunyi dan tidak menunjukkan bunyi khas Indonesia itu banyak.

 Melalui genta nada berbahan aluminium yang saya buat, saya ingin mengangkat etnis-etnis di Indonesia. Supaya  negara lain tahu keindahan negara kita," papar Madjid lulusan Yayasan Musik Indonesia tahun 1990.

Tahun 1996 hingga 2002 di sela-sela profesinya sebagai penyetem piano, Madjid melakukan penelitian menciptakan genta nada dengan bunyi khas Indonesia. 

Saat mencari nada baru misalnya nada Sunda, Madjid mendengarkan lagu daerah Sunda yaitu Bubuy Bulan. Selain memperoleh penggambaran ciri etnis tersebut, Madjid juga mempelajari solmisasi lagu. Selanjutnya ia aplikasikan pada genta nada, sehingga genta nada itu menghasilkan bunyi yang sama dengan lagu Bubuy Bulan.

Abdul Madjid tengah menyelesaikan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)

Awalnya genta nada ini dinikmati sendiri oleh Madjid. Ia memang gemar mendengarkan bunyi-bunyian khas Indonesia. Karena berefek baik pada dirinya, Madjid menawarkan genta nada kepada pelanggan jasa penyeteman piano. Ternyata mereka berminat. Orang Jawa senang mendengar genta nada Jawa. Hal yang sama terjadi pada orang Sunda. Madjid menilai penyebabnya adalah jiwa kedaerahan yang masih melekat pada diri mereka.

Bahan-bahan pembuatan genta nada. (foto dokumentasi pribadi)

Karena minat yang besar akan genta nada, Madjid memutuskan meninggalkan pekerjaan sebagai penyetem piano. Ia ingin fokus pada usahanya. "Waktu saya memulai usaha ini seorang diri, banyak teman ragu apakah saya mampu menjual 10 unit genta nada. Nyatanya hingga kini ribuan unit sudah terjual," kenang Madjid yang memulai usaha genta nada dengan modal kurang dari Rp 500 ribu.

Tidak Mengenal Krisis

Setiap bulannya Madjid mampu menghasilkan 40 hingga 50 unit genta nada saat pesanan ramai. Sementara saat pesanan sepi hanya 10 unit genta nada yang dihasilkan. Harga genta nada ini berkisar Rp 750 ribu hingga Rp 10 juta. Perbedaan harga dipengaruhi besar kecilnya silinder (pilihannya 1 sampai 3 inch), panjang pendeknya silinder (50 cm sampai 3 meter), dan banyak sedikitnya silinder (6 sampai 48 silinder).

Madjid mencontohkan, genta nada dengan besar silinder 3 inch, panjang 3 meter, dan memiliki 48 silinder dihargai Rp 10 juta. Genta nada seperti ini memiliki nada dan oktaf yang lebih baik dibanding genta nada dengan harga di bawahnya.

Madjid memperoleh keuntungan perbulannya Rp 10 sampai Rp 15 juta dari omzet Rp 40 juta. "Omzet naik turun, bergantung pesanan," tutur Madjid yang memasarkan produknya dengan merk dagang Genta Nada. Sepengamatannya, penjualan terbanyak diperoleh dari genta nada Jawa, Sunda, Bali, Mandarin, dan Jepang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline