Lihat ke Halaman Asli

Sisisudut.co

Pencarian Pencerahan Pembebasan

Jeratan Ekonomi Masyarakat Desa

Diperbarui: 18 September 2022   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:Maxmanroe.com

Romantisme desa tidak akan terlepas dari unsur sosial dan budayanya. Rasa memiliki  satu sama lain dan kebersamaan sangatlah kental dirasakan oleh masyarakat desa. Hal ini terjadi akibat dalam satu lingkup desa memiliki akar keluarga yang sama. Sehingga tidak heran apabila kebersamaan sangatlah kental dijalankan oleh masyarakat di suatu pedesaan. Hal ini juga terdapat pada aspek perekonomian yang dijalankan oleh masyarakat desa.

Ekonomi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya perekonomian yang baik, keberlangsungan kehidupan manusia akan terpengaruhi. Berbicara mengenai ekonomi, esensi perekonomian adalah untuk  kemakmuran. Namun dalam praktiknya ekonomi sering dijadikan sebagai alat untuk kepentingan pribadi.

Dalam masyarakat desa konsep ekonomi yang dibangun adalah ekonomi kekeluargaan. Dimana dalam praktiknya roda perekonomian masyarakat desa dijalankan atas dasar rasa saling tolong menolong yang tinggi dimiliki oleh masyarakat desa. Misalnya seorang warga yang sedang memiliki hajat (mantu) misalnya akan menyerahkan segala keprluan kepada salah satu pengendali ekonomi (pemilik warung)  di desa tersebut.

Namun, rasa saling tolong menolong ini acap kali digunakan sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri (oleh pemilik modal). Dalam pembayaran kepeluan tersebut biasanya dilakukan setelah hajatan selesai dilaksanakan. Apabila pembayaran tersebut masih ada kekurangan, maka akan diangsur ketika masyarakat memiliki uang, biasanya tidak terikat waktu pembayaran, asalahkan hutang tersebut dibayarkan sedikit demi sedikit.

Sistem ekonomi seperti ini sudah sangat lazim berjalan bertahun-tahun, terutama berbasis di masyarakat desa pengunungan. Lebih tepatnya di daerah pedalaman jawa tenggah. Dalam sistem pembayaran tersebut, biasanya masyarakat membayarnya dengan hasil bumi yang dihasilkan, seperti kopi, cengkih dan gula aren.

Masyakat akan membawa hasil panenya kepada pemilik warung yang dihutangi, dan ini akan belangsung lama sampai hutang tersebut berhasil lunas. Padahal harga beli (atas hasil panen)  pemilik warung cenderung lebih murah dibanding harga di pengepul pengepul besar.

Sistem seperti ini sebenarnya sangatlah menjerat masyarakat. Hal ini terjadi akibat masyarakat akan merasa berdosa ketika tidak tidak membawa hasil panenya kepada warung-warung yang sering dihutangi. Sehingga ketergantungan seperti ini telah mengakar di mainsed masyarakat.

Yah, memang masyarakat desa masih jauh dari kungkungan kapitalisme modern, seperti Bank dan lain sebagainya, namun kapitalisme ala warung pedesaan sebenarnya telah membuat kungkungan ekonomi yang sangat sulit untuk dilepasakan. Karena masyarakat desa tidak akan menjual hasil panenya keluar daerah dengan harga yang lebih tinggi, karena takut dengan pemilik warung yang selama ini menghidupi. Takut untuk tidak dihutangi lagi kedepanya.  

Islam muncul sebagai sebuah kekuatan besar dalam masyarakat yang berada dibawah kuasa kaum borjuis. Namun bagi Asghar Ali Enginer dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, dalam ayat-ayat suci Al-Qur'an perekonomian harus didasari suatu konsep yang berkeadilan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline