Lihat ke Halaman Asli

Choirul Anam

TERVERIFIKASI

Penulis tinggal di Bojonegoro

SDGs Desa: Tantangan Pengentasan Kemiskinan dan Pendidikan Berkualitas

Diperbarui: 18 Februari 2025   15:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SDGs, Pengentasan Kemiskinan dan Pendidikan berkualitas | www.geotimes.id

Bayangkan sebuah desa di pelosok negeri, dengan sawah menghampar luas, suara anak-anak berlarian di pematang, dan ibu-ibu menumbuk padi di halaman rumah panggung. Di balik keindahan itu, ada cerita lain: kemiskinan yang mengakar, pendidikan yang tertatih, dan mimpi-mimpi yang sering kali terhenti di tengah jalan. Inilah realitas yang ingin dijawab oleh Sustainable Development Goals (SDGs) Desa, sebuah inisiatif besar untuk memastikan desa tidak hanya berkembang, tapi juga berdaya.

Tapi, seberapa jauh SDGs Desa bisa mengatasi dua tantangan klasik ini: kemiskinan dan pendidikan berkualitas? Mari kita urai satu per satu.

Kemiskinan Desa: Lingkaran yang Sulit Diputus?

Di Indonesia, kemiskinan masih menjadi momok bagi desa-desa. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sekitar 12,22% penduduk desa masih berada di bawah garis kemiskinan per Maret 2023---jauh lebih tinggi dibanding penduduk kota yang hanya sekitar 7%.

Kenapa kemiskinan desa begitu sulit diberantas?

  1. Ketergantungan pada sektor pertanian tradisional
    Mayoritas penduduk desa menggantungkan hidup pada pertanian, tapi mereka menghadapi tantangan klasik: harga jual hasil panen yang fluktuatif, akses pasar yang terbatas, serta biaya produksi yang terus naik. Akibatnya, meskipun bekerja keras, pendapatan mereka tetap rendah.

  2. Minimnya akses terhadap modal dan teknologi
    Banyak petani kecil tidak memiliki akses ke kredit usaha, sementara teknologi pertanian yang bisa meningkatkan produktivitas masih sulit dijangkau. Padahal, di negara lain seperti Thailand dan Vietnam, petani kecil mulai menggunakan sistem irigasi cerdas dan drone untuk meningkatkan hasil panen mereka.

  3. Urbanisasi dan tenaga kerja produktif yang merantau
    Pemuda desa lebih memilih pergi ke kota karena menganggap pekerjaan di desa tidak menjanjikan. Ini menyebabkan desa kehilangan tenaga kerja produktif yang bisa membangun ekonomi lokal.

  4. Bantuan sosial yang kurang efektif
    Program bantuan seperti BLT Dana Desa memang membantu, tapi sering kali hanya bersifat jangka pendek. Tanpa strategi pemberdayaan yang tepat, masyarakat tetap terjebak dalam ketergantungan tanpa memiliki keterampilan atau modal untuk mandiri.

Lalu, bagaimana SDGs Desa bisa mengatasi ini? Pendekatan berbasis pemberdayaan ekonomi lokal menjadi kunci. Contohnya, di beberapa desa di Jawa Tengah, program "Desa Wisata" terbukti mampu meningkatkan pendapatan warga dengan mengubah potensi lokal menjadi daya tarik wisata. Selain itu, koperasi dan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang dikelola dengan baik bisa menjadi solusi agar ekonomi desa lebih mandiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline