Abstrak
Analisis wacana tentang pembobolan data adalah cara untuk memahami bagaimana isu-isu seputar pelanggaran keamanan data dibicarakan dan dipahami dalam media dan masyarakat. Ini melibatkan pemantauan cara orang berbicara tentang insiden pembobolan data, apa yang mereka katakan tentang konsekuensinya, dan bagaimana mereka meresponsnya.
Dengan melakukan analisis ini, kita dapat mengetahui bagaimana insiden pembobolan data memengaruhi kesadaran masyarakat tentang keamanan data dan privasi online. Kita juga dapat melihat apakah ada perubahan dalam cara perusahaan dan pemerintah mengatasi masalah ini, seperti perubahan dalam hukum atau praktik keamanan.
Analisis wacana ini membantu kita memahami kompleksitas isu-isu terkait dengan pembobolan data dan bagaimana isu-isu ini memengaruhi dunia digital saat ini.
Orientasi
Pencurian data dalam dunia internet yang disebut sebagai phising, merupakan tindakan kejahatan mendapatkan informasi pribadi atau privasi seseorang dengan secara ilegal. Dari tindakan tersebut perlu mendapatkan nomor kartu kredit, PIN, User ID, nomor telepon, nomor rekening, dan informasi data pribadi lainnya. Dari tindakan tersebut kemudian pelaku memanfaatkan kejahatan yang dapat merugikan bagi korban yang dicuri datanya dan korban lainnya yang akan dijadikan sebagai target dari pelaku untuk menipu. Tingkat ancaman kejahatan eksploitasi informasi atau data pribadi di Indonesia sudah sangat berbahaya ketika pemerintah menetapkan kebijakan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) yang adalah sebagai metode pendataan informasi atau data pribadi masyarakat oleh pemerintah yang pertama kali dijalankan saat awal tahun 2011, yakni pelaksanaan dari metode Nomor Induk Kependudukan (NIK). (Anugerah & Tantimin, 2022, p. 421)
Berkaitan hal tersebut, terdapat beberapa contoh kasus dalam penyalahgunaan data pribadi, diantaranya yaitu:
1) Penyalinan data dan informasi kartu ATM nasabah (skimming) dimana pelaku skimming melakukan penarikan dana di tempat lain.
2) Pinjaman online, dimana mekanisme transaksinya mengisi data secara online akan tetapi dalam hal keterlambatan pembayaran tidak jarang menggunakan kolektor untuk melakukan intimidasi kepada nasabah, keluarga nasabah, pimpinan tempat nasabah bekerja dan bahkan dapat mengakses data dari handphone nasabah.
3) Transportasi online, dimana konsumen mengalami pelecehan seksual melalui nomor whatshap.(Situmeang, 2021, p. 39)
Output
Dari masalah-masalah di atas mendapatkan hasil wacana seperti berikut:
- Dibutuhkan sebuah sistem yang mampu mengatasi masalah terkait dengan perlindungan data dan informasi pribadi yaitu Indonesia Data Protection System (IDPS) yang bertujuan untuk melakukan pengelolaan data dan informasi pribadi sebagai bentuk perlindungan data dan informasi pribadi di Indonesia. Indonesia Data Protection System (IDPS) memiliki dua unsur yang sangat penting atau urgent, yaitu central data atau data authority dan data officer. Central data atau data authority fungsinya adalah untuk mengumpulkan dan mengamankan setiap data dan informasi pribadi yang masuk dari data officer, maka dari itu data officer ditempatkan pada seluruh perusahaan dan instansi pemerintahan yang melakukan pengelolaan data dan informasi pribadi agar lebih mudah untuk melakukan koordinasi terkait dengan data dan infromasi pribadi yang dimiliki seseorang. (Aswandi et al., n.d., pp. 182--183)
- Menjelaskan dengan detail perbedaan antara data pribadi dan data umum pada masyarakat. Data pribadi sesungguhnya dapat digunakan untuk hal baik, sayang sekali akibat dari kemudahan penyimpanan dan transaksi data malahan menyebabkan hal sebaliknya. Dan hal ini tidak hanya berlaku bagi perusahaan maupun Lembaga, tetapi pihak perorangan juga harus mampu ikut menjaganya. (Ciptohartono & Dermawan, n.d., pp. 168--169)
- Pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi Sebagai Solusi Kebocoran Data Konsumen. Regulasi mengenai perlindungan data pribadinya pun belum disahkan, saat ini Indonesia dalam menanganai kasus kebocoran data yang terjadi pada e-commerce masih berpegang teguh pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Dalam UU ITE perbuatan yang dilarang yang menyangkut kebocoran data pribadi tercantum di dalam Pasal 27 ayat (1) yang mengatakan bahwa, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan." (Firmansyah Putri & Fahrozi, 2021, pp. 262--264)
Raferensi
Anugerah, F., & Tantimin, T. (2022). PENCURIAN DATA PRIBADI DI INTERNET DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 8(1), 419--435. https://doi.org/10.23887/jkh.v8i1.45434