Lihat ke Halaman Asli

Ziarah Budaya: 1000 Hari Gus Dur

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Akeh kang apal....Qur'an Hadits e...[Banyak yang hafal Qur’an Haditsnya]

Seneng Ngafirke marang liyane... [Senang mengkafirkan yang lainnya]

Kafir e dewe Ga' di gatekke...[Kafirnya sendiri tak pernah dipedulikan]

Yen isih kotor...ati akale...2X[Jikalau masih kotor hati-akalnya]

Saat masih di Solo, tepatnya bulan Ramadhan. Hampir setiap towa Langgar (mushala) dan masjid-masjid kampungku tak bosan mengumandangkan Syi’ir Tanpo Wathon (Syair Tanpa Aturan). Konon syair tersebut adalah satu di antara peninggalan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) bagi kita semua. Saya yakin, teman-teman Kompasiana, terutama pegiat kajian toleransi keagamaan, begitu akrab dengan pemikiran beliau yang tidak sedikit orang bilang “nyleneh”. Tapi apa yang beliau urai dalam syair tersebut sungguh “menelanjangi” kita, khususnya umat Islam. Melalui larik lirik sederhana, Gus Dur mengajak kita menjadi muslim sejati.

Gus Dur tak hanya minta kita kembali kepada al-Qur’an dan Hadits. Tak pula meminta kita hanya mengkaji Syariat. Lebih jauh, Gus Dur meminta kita mengkaji secara proporsional antara tarikat, hakikat, serta makrifat. Tentu saja, diikuti dengan internalisasi hingga bagian terdalam dari tubuh kita. Tak berhenti di situ, semua butuh bukti berupa laku.

Tak terasa sudah hampir seribu hariGus Dur meninggalkan kita. Meski begitu, harum nama sang Guru Bangsa begitu dekat dengan kita. Betapa tidak, saat ini begitu banyak kasus keagamaan yang terjadi di sekeliling kita. Kasus Sampang misalnya, mungkin jika marhum masih ada, peristiwa yang melibatkan organisasi yang pernah beliau pimpin tak mungkin terjadi. Jika tak percaya, sejarah mencatat bagaimana suara beliau didengar oleh pengikutnya.

***

[caption id="" align="aligncenter" width="720" caption="1000 Hari Gus Dur, Gambar oleh Jaringan Gusdurian"][/caption]

Belum lama kembali ke Ibukota, teman-teman di Ciganjur serta para Gusdurian (pecinta Gus Dur) mengajak kita mengenang Gus Dur melalui pendekatan kultural. Dalam rangka memperingati 1000 hari Gus Dur, tepat pada tanggal 27 September, Keluarga Ciganjur mengadakan serangkaian acara sebagai berikut:

1.Pentas Wayangan pada 26 Septemberdi kediaman Ciganjur (18.00 - selesai).

2.Tahlil Akbar pada 27 September di kediaman Ciganjur dan Tebu Ireng (18.00 - selesai)

3.Ziarah Budaya pada Tanggal 28 September di Taman Ismail Marzuki (18.00 - selesai)

Semoga segala peringatan yang diadakan guna memperingati kepergian Gus Dur tak hanya sekadar mengingat beliau, melainkan juga kita mampu menghadirkan kembali dan secara lantang kita mampu berkata “TIDAK!” pada segala bentuk penindasan. Maaf, kalau bisa jangan hanya berkata “TIDAK!”, melainkan disertai bukti nyata dalam tindakan kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline