Lihat ke Halaman Asli

Carlos Nemesis

live curious

Main Belakang Pemerintah untuk Pemilu

Diperbarui: 14 Juli 2018   14:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://www.kantorberitapemilu.com

Pada tanggal 21 Juli 2017 silam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah disahkan dan akan diberlakukan untuk pemilu pada tahun 2019 nanti. Terdapat beberapa kontroversi yang menjadi sorotan utama, yakni presidential threshold sebesar 20-25% dan parliamentary threshold sebesar 4%. Presidential threshold adalah ambang batas bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk pengajuan presiden atau wakil presiden. 

Presidential threshold 20-25% maksudnya adalah parpol atau gabungan parpol harus memiliki 20 persen jumlah kursi di DPR dan/atau 25 persen suara sah nasional di Pemilu sebelumnya untuk dapat mengusung calon presiden, sedangkan Parliamentary threshold adalah ambang batas perolehan suara partai politik untuk bisa masuk ke parlemen. 

Ini berarti parpol minimal harus mendapat 4 persen suara untuk kadernya bisa duduk sebagai anggota dewan. Pada saat pengesahan tersebut setidaknya terdapat 4 partai yang melakukan walk out sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap peraturan tersebut.

Sejarah Penentuan Presidential Threshold dan Parliemantery Treshold

sumber : hasil analisis pribadi, 2018

Permasalahan Pelaksanaan Pemilu yang Dilaksanakan Secara Serentak

Permasalahan akan dilakukannya pemilu presiden wakil presiden dan pemilu legislatif (partai) tidak secara jelas diklarifikasi oleh Presiden Jokowi. Argumen yang tetap dipertahankan dengan adanya peraturan Pemilu 2019 bahwa seharusnya pengaturan batas ambang ini tidak bermasalah karena sudah pernah dicoba pada pemilu 2004, 2009, dan 2014[1]. Pernyataan ini memang benar adanya tetapi tidak menjawab bahwa terdapat kemungkinan manipulatif karena waktu pelaksanaan pemilu yang dilakukan berbarengan.

Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa pemilu legislatif dan presiden seharusnya dilaksanakan serentak menurut putusan perkara nomor 14/PUU-XI/2013 dengan pemohon Effendi Gazali. Keputusan MK ini berlaku mulai pemilu tahun 2019 dan seterusnya. Sehingga tida tepat untuk membandingkan pelaksanaan Presidential Threshold pada pemilu 2019 dengan pemilu sebelumnya, mengingat urutan pemilihan yang berbeda. 

Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali beranggapan bahwa pemilu presiden tahun 2019 nanti yang mengacu pada pemilihan legislatif pemilu 2014 memungkinkan terjadinya manipulasi karena para pemilih tidak mendapatkan cukup informasi bahwa suara yang mereka berikan akan sekaligus dimanfaatkan sebagai patokan ambang batas pencalonan presiden tahun 2019.

Isu Batas Ambang Calon Presiden (Presidential Threshold) Sebesar 20%

Selain karena pelaksanaannya yang berbarengan terdapat nada-nada kontra lainnya yang menginginkan agar presidential threshold dihapuskan karena tidak sesuai dengan konstitusi yakni UUD 1945 Pasal 6a yang membatasi partai politik untuk mengusung calonnya. Namun jika ambang batas calon presiden dihapuskan maka kemungkinan akan terdapat 14 calon presiden dan wakil presiden dari setiap partai. 

Peneliti SMRC Sirojudin[2] menyatakan presidential threshold penting untuk memperkuat sistem presidential yang berlaku di Indonesia. Sistem ini akan menyederhanakan sistem partai di Indonesia karena dengan sedikitnya partai maka sistem presidential akan lebih efektif karena ada pengurangan beban negosiasi politik dengan parlemen.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline