Lihat ke Halaman Asli

Realistiskah Pengembangan Energi Terbarukan Itu?

Diperbarui: 19 Agustus 2017   21:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang, membayangkan tentang listrik dihasilkan melalui sumber energi baru dan terbarukan terdengar sangat utopis, terlalu baik untuk menjadi kenyataan. Apakah masa depan dimana mayoritas produksi listrik di dunia dihasilkan melalui sumber EBT hanya sebatas angan-angan?

Di Indonesia, mungkin sumber EBT yang paling sering kita dengar adalah biomassa -- yaitu bahan biologis yang seperti tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Salah satu contoh biomassa yang paling jamak adalah biofuel atau bahan bakar nabati (BBN), suatu jenis bahan bakar yang diproduksi melalui proses kimiawi atau biologis yang diambil dari tanaman atau limbah. Biomassa dan biofuel contohnya adalah bahan bakar yang diproduksi dari sawit, tebu, karet, kelapa, atau biogas yang terbuat dari kotoran ternak dan sampah kota.

Sumber energi terbarukan primer di masing-masing negara dapat berbeda, tergantung dari potensi masing-masing. Hari ini kita akan melihat contoh-contoh penggunaan dan pengembangan sumber energi terbarukan di negara-negara lain, untuk menjawab pertanyaan apakah realistis membayangkan dan menargetkan perkembangan EBT yang begitu ambisius?

Islandia

Islandia, suatu negara kecil di utara Eropa yang berpenduduk 335 ribu jiwa, memproduksi 100% listriknya dari sumber energi terbarukan. Ya, seratus persen! 73% dari listriknya diproduksi dari tenaga air -- dimana pembangkit memanfaatkan pergerakan air untuk menciptakan listrik -- dan 27% diproduksi dari energi geothermal atau panas bumi. Memang terdapat banyak sekali gunung api aktif yang terdapat di Islandia, membuka banyak potensi untuk pemanfaatan panas bumi.

Saat digabung dengan sektor transportasinya yang masih mengandalkan bahan bakar fossil sekalipun, pada tahun 2016 masih 82.5% konsumsi energi final di Islandia yang dihasilkan dari sumber-sumber energi terbarukan.[1] Tabel dibawah menunjukkan pergerakan rasio sumber EBT terhadap konsumsi energi final di Islandia. Dapat kita lihat bahwa dari tahun ke tahun, secara umum terdapat peningkatan penggunaan EBT dimulai dari hanya 12.4% di tahun 1940 yang terus meningkat menjadi 82.5% di tahun 2016.

Filipina

Setelah Islandia, Filipina adalah negara penghasil energi geothermal terbesar kedua, dimana pada tahun 2012, 14% dari kebutuhan listrik tercukupi melalui energi geothermal. Di tahun 2012 pula, 15% dari kebutuhan listrik di Filipina diproduksi dari pembangkit listrik tenaga air atau hydro. Salah satu faktor yang mendorong berkembangnya sektor energi terbarukan di Filipina ialah produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah Filipina di tahun 2008 tentang Energi Terbarukan (Republic Act No. 9513), dimana pemerintah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal untuk investor yang bergerak di industri energi terbarukan. Insentif tersebut termasuk tax holidayatau periode bebas pajak, depresiasi terakselerasi, pembebasan bea masuk, dan Feed-in Tariff. Dikeluarkannya peraturan dan insentif ini telah berhasil menarik investor -- dari tahun 2008-2012, 43 kontrak servis/operasional geothermal ditandatangani dan beberapa proyek geothermal tersebut sudah memasuki masa operasional dan bahkan sudah direncanakan penambahan kapasitasnya.

Republik Rakyat Tiongkok -- RRT

RRT mungkin lebih banyak diketahui sebagai negara produsen listrik paling tinggi, dan negara yang penggunaan batubara sebagai sumber energi utamanya amat tinggi. 23% dari total listrik yang dihasilkan melalui batubara di dunia dikonsumsi oleh RRT! Namun, tahukah anda bahwa walau produksi sel Surya di RRT berkembang 100 kali lipat sejak tahun 2005? Investasi di pembangkit listrik tenaga air, angin, surya, dan nuklir naik sebesar 40% dari tahun 2008 ke tahun 2012, yaitu sebesar 200 miliar RMB (sekitar US$ 32 miliar). Investasi ini dapat dilihat hasilnya dimana kapasitas pembangkit listrik tenaga angin (atau disingkat PLTB -- pembangkit listrik tenaga bayu) naik lima kali lipat di tahun 2009 -- 2013. Investasi ini juga menurunkan biaya produksi turbin dan sel surya, karena skala manufaktur yang semakin besar.

Disadur dari EIA/China Electricity Council yang dilaporkan dalam artikel Nature

 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline