Lihat ke Halaman Asli

Ecophilosophy: Filsafat Lingkungan Hidup

Diperbarui: 15 April 2021   01:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Filsafat lingkungan hidup merupakan sebuah upaya atau pencarian---dari sekian banyak upaya atau pencarian lainnya---untuk dapat memahami secara benar (kebenaran) tentang lingkungan hidup. Ia lahir dari sebuah pergumulan dan pergulatan pemikiran yang panjang dalam rangka menjawab sekaligus memahami secara lebih tepat apa sesungguhnya lingkungan hidup itu. 

Sebuah pencarian yang---sebagaimana filsafat pada umumnya---lahir dari rasa heran dan penasaran tentang hal ihwal yang belum bisa dipahami yang bernama lingkungan hidup (Keraf, 2014). Menimbang bahwa lingkungan hidup (alam) merupakan eksistensi yang menarik dan misterius, maka manusia terdorong untuk mencari tahu apa saja kebenaran tentangnya atau apa yang ada di baliknya. Kemenarikan alam beserta kemisteriusannya, memicu ketertarikan (berikut rasa penasaran dan rasa heran) manusia untuk lebih mengenal alam atau lingkungan hidup.

Lingkungan hidup dipahami sebagai oikos dalam bahasa Yunani, yang artinya habitat tempat tinggal atau rumah tempat tinggal. Tetapi, oikos di sini tidak pertama-tama dipahami sekadar sebagai lingkungan sekitar di mana manusia hidup. Dia (lingkungan hidup) bukan sekadar rumah tempat tinggal manusia. Oikos dipahami sebagai keseluruhan alam semesta dan seluruh interaksi saling pengaruh yang terjalin di dalamnya di antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan dengan keseluruhan ekosistem atau habitat. 

Jadi, kalau oikos adalah rumah, itu adalah rumah bagi semua makhluk hidup (bukan hanya manusia) yang sekaligus menggambarkan interaksi dan keadaan seluruhnya yang berlangsung di dalamnya. Oikos menggambarkan tempat tinggal, rumah, habitat tempat yang memungkinkan kehidupan tumbuh dan berkembang. Singkatnya, lingkungan hidup tidak hanya berkaitan dengan lingkungan fisik tetapi juga dengan kehidupan yang terjalin dan berkembang di dalamnya. 

Dengan demikian lingkungan hidup di sini pertama-tama dan terutama dipahami sebagai alam semesta, ekosistem, atau lebih sempit bumi tempat tinggal dan keseluruhan atmosfer yang menanunginya dan yang menunjang segala kehidupan. Lingkungan hidup di sini dipahami sebagai ekosistem, tempat makhluk hidup---termasuk manusia---tinggal yang merupakan sebuah sistem yang terkait satu sama lain dan terus berkembang secara dinamis (Ibid.). Penjelasan tersebut memberikan tendensi bahwa oikos yang secara harfiah berarti rumah memiliki tafsiran yang lebih holistis, dan hal tersebut tidak hanya berhenti di makna rumah secara fisik, melainkan juga segala dinamika (atau proses) yang ada di dalamnya.

Secara etimologis pula oikos dipahami dalam padanan yang lebih utuh dengan logos menjadi oikos dan logos, ecology, ekologi. Logos berarti ilmu atau kajian. Karena itu, lingkungan hidup dapat pula dipahami sebagai sebuah ilmu, yaitu ilmu tentang ekosistem dengan segala hubungan saling pengaruh di antara ekosistem dan isinya serta keseluruhan dinamika dan perkembangan yang berlangsung di dalamnya. Sebagaimana dikatakan Owen (1980), "Ekologi berurusan dengan hubungan di antara tumbuhan dan hewan dan lingkungan di mana mereka hidup."

Singkatnya, ekologi adalah sebuah kajian tentang organisme atau makhluk hidup pada umumnya---manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk-makhluk hidup lainnya termasuk virus---serta hubungan atau interaksi di antara makhluk hidup tersebut satu sama lain dan dengan ekosistem seluruhnya dalam sebuah proses kait-mengait. 

Ada hubungan saling memengaruhi satu sama lain di antara berbagai kehidupan dan dengan ekosistemnya untuk memungkinkannya tumbuh, berkembang, dan hidup menjadi dirinya sebagaimana adanya. Dalam proses saling berinteraksi itu, setiap organisme berubah dan menyesuaikan diri serta memengaruhi perubahan organisme lainnya termasuk ekosistemnya. Dalam hal ini, organisme adalah bagian dari ekosistem, tetapi sebagai bagian, setiap organisme---selain dipengaruhi---juga memengaruhi perkembangan ekosistemnya. Semuanya ini dipengaruhi pula oleh rangkaian faktor seperti iklim, intensitas cahaya, beragam entitas anorganik dan abiotis seperti tanah, air, udara (yang sesungguhnya pada dirinya sendiri mengandung kehidupan atau paling tidak menjadi sumber kehidupan dan menunjang kehidupan).

Dapat dikatakan bahwa ekosistem atau lingkungan hidup merupakan sebuah sistem atau susunan jejaring kehidupan yang menghimpun beragam elemen (biotik, abiotik, dan juga kultural) yang susun-menyusun, kait-mengait, dan saling pengaruh secara dinamis---tidak pernah berhenti berkembang dan berubah. Dengan demikian, lingkungan hidup atau ekosistem dapat dimaknai pula sebagai suatu ruang yang memungkinkan segala sesuatu untuk hidup dan berkembang dengan cara saling berinteraksi. Interaksi inilah yang kemudian mengakibatkan perkembangan, perubahan, dan adaptasi bagi masing-masing entitas (termasuk ekosistem sebagai ruang itu sendiri).

Pada satu sisi ada makna kajian dalam wujud pertanyaan dan pencarian terus-menerus tetapi di pihak lain ada makna kebenaran atau kearifan tentang ekosistem seluruhnya. Kearifan yang bersumber dari kebenaran tadi pada gilirannya berfungsi menuntun pola perilaku secara tertentu sejalan dengan kebenaran tadi dalam menjaga dan merawat alam semesta, tempat tinggal makhluk hidup seluruhnya. Jadi, ecosophy adalah filsafat lingkungan hidup yang mengandung pengertian kearifan memahami alam sebagai rumah tinggal, sekaligus sebagai sebuah kearifan dalam menuntun secara alamiah bagaimana mengatur rumah tempat tinggal tadi agar layak didiami dan menjadi penunjang sekaligus memungkinkan kehidupan dapat berkembang di dalamnya. Ia tidak sekadar sebuah ilmu (science) melainkan sebuah kearifan (wisdom) sekaligus (Keraf, 2014).

Filsafat lingkungan hidup tidak berhenti sebagai sebuah pencarian atas kebenaran yang bersifat ilmiah, melainkan juga bersifat etis. Atau dapat dikatakan bahwa filsafat lingkungan hidup yang juga memproduksi kearifan (selain science) berfungsi sebagai produsen nilai yang dapat dijadikan pedoman berbasis kearifan---kesadaran akan nilai, perasaan, intuisi, dan kasih sayang---untuk memanajemen alam agar senantiasa berada dalam ekuilibrium (keseimbangan).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline