Lihat ke Halaman Asli

Nanang Diyanto

TERVERIFIKASI

Travelling

Makna Bedol dan Kirab Pusaka di Hari Jadi ke-521 Ponorogo

Diperbarui: 1 Oktober 2017   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Nardi juru kunci komplek makam Raden Katong Ponorogo menerima pusaka

Suara bende memecah kesunyian malam dan menjadikan suasana semakin magis. Jalur protokol  sudah steril dari lalu lalang kendaraan bermotor, Polisi dan dinas perhubungan telah mengalihkan jalur lalu lintas dari jalan yang akan dilalui "bedol pusaka". Jalur dari pendopo kabupaten Ponorogo tempat bernaung 3 pusaka andalan Ponorogo menuju ke Gedong Setono kompleks makam pendiri kabupaten Ponorogo. 

Di komplek tersebut bersemayam Raden Bathoro Katong beserta keluarga, kerabat, dan pengikutnya yang turun-temurun. Di komplek makam di kota Lama ini pusaka akan diinapkan dan keesokannya akan dikirab lagi ke tempat semula di pendopo kabupaten Ponorogo. Bersamaan kirab pusaka dalam rangka grebeg Syuro dan hari jadi Ponorogo yang ke 521.

topo bisu, berjalan tanpa bicara hanya berdzikir dalam hati sepanjang jalan

para sesepuh Ponorogo mengikuti bedol pusaka

ketiga pusaka yang akan diinapakan di gedung pusaka di Kota Lama

Pusaka tersebut adalah Sabuk Cinde Puspito,Payung Songsong Tunggul Wulung dan Tombak Tunggul Nogo. Para pembawa pusaka melakukan "topo bisu", tanpa bisara begitu pula para pengiringnya. Hanya suara gong bende yang terdengar.

Thung... thung... gung....

Masyarakat yang menunggu sepanjang jalan yang dilewati langsung terdiam, mereka menepi. Seperti memberi hormat pada rombongan yang mau lewat, bende ditabuh adalah pertanda ada maklumat penting atau ada pembesar kerajaan yang akan lewat.

Lampu PLN sepanjang jalan yang dilalui mati, hanya penerangan dari oncor yang dibawa oleh pengiring dan oncor yang sedari sore sudah dipersiakan di jalur yang akan dilalui rombongan.

Rombongan diberangkatkan dari pendopo agung kabupaten Ponorogo jam 00:00 dan sekitar jam 3 pagi rombongan baru sampai di Kota Lama komplek makam Raden Katong pendiri Ponorogo. Mereka berjalan kaki melewati empat wilayah kecamatan. Kecamatan Ponorogo, kecamatan Babadan, kecamatan Siman, dan terakhir kecamatan Jenangan. Merka diam tanpa bicara, dalam hati terus melafatkan doa seperti yang kakek-kakek mereka lakukan jaman dulu. 

Pakaian mereka mencerminkan para pejabat jaman dulu, jaman awal-awal Islam berkembang di Ponorogo. Perpaduan antara Jawa Ponoragan dan Islam.

Cinde Puspito diserahkan dan selanjutnjat disimpan di gedung pusaka di komplek makam raden Katong

tombak tunggul wulung

Sesampai di komplek makam pusaka diterima oleh pak Nardi juru kuci makam dan selanjutnya dilakukan doa bersama dan genduri sebagai wujud syukur semuanya berjalan sesuai harapan.

Pak Nardi mengatakan, inilah situasi dulu ketika Islam masuk di Ponorogo. Bagaimana Ki Ageng Mirah sebagai utusan Demak Bintoro tetap menghormati adat dan kebiasaan orang Ponorogo. Sehingga waktu itu Islam cepat berkembang pesat di Ponorogo, bahkan menjadi kadipaten Islam satu kurun waktu dengan Demak Bintoro. Ki Ageng Mirah datang lebih dulu mempersiapkan segala sesuatunya, dan setelah itu Raden Katong adik Raden Patah yang datang.

Ketiga pusaka yang dikirab adalah Sabuk Cinde Puspito,Payung Songsong Tunggul Wulung dan Tombak Tunggul Nogo. Merupakan pusaka yang dipakai Raden Bathoro Katong untuk menyebarkan Islam di Ponorogo, pergolakan penolakan masuknya Islam pernah terjadi, dan ketiga pusaka tersebut pernah menjadi saksi dan berperan waktu jaman itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline