Lihat ke Halaman Asli

Eko Nurhuda

TERVERIFIKASI

Pekerja Serabutan

Enggak Butuh STB karena Sudah Lama Tinggalkan Televisi

Diperbarui: 4 November 2022   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi TV digital. Masyarakat yang tinggal di daerah berikut harus beralih ke TV digital setelah penerapan ASO tahap 2 di Jawa Timur.(istimewa via kompas.com)

SEBAGAI generasi milenial alias Generasi Y, seharusnya saya akrab dengan televisi. Namun keadaan justru membuat saya tidak terlalu dekat dengan teknologi satu ini. Malah kemudian duluan meloncat ke internet dan tak pernah bisa lepas darinya.

Lahir di awal era 80-an, masa kecil saya adalah momen di mana dunia pertelevisian tengah menggeliat di Indonesia. Tidak seperti ayah-ibu saya yang "dipaksa" hanya menonton TVRI dengan Dunia dalam Berita, Berpacu dalam Melodi, Aneka Ria Safari, juga Album Minggu.

Kalau kemudian ada selingan berbeda, itu berupa serbuan film-film India suguhan TPI. Itu lo, stasiun televisi yang pas awal-awal siarannya nebeng di frekuensi TVRI. Bukan cuma nebeng, bahkan nyelip di susunan acaranya TVRI.

Hanya dua stasiun televisi itulah yang diketahui ayah dan ibu saya dulu. TVRI milik Pemerintah dan TPI milik Mbak Tutut. Eh, salah, maksudnya milik swasta.

Berkebalikan dengan itu, saya menyaksikan belasan televisi swasta lahir dan tumbuh besar sejak masa kecil. Trio RCTI, SCTV dan Indosiar, misalnya. Atau yang lebih terkini adalah Trans TV dan Metro TV. Lalu menyusul tvOne, Trans 7, RTV, NET, dan masih banyak lagi.

Saya saksikan pula stasiun televisi yang sempat jaya, tetapi kemudian menghilang dari peredaran. Salah satunya adalah stasiun tivi yang membuat saya menyukai Liga Inggris dan juga Liverpool FC, yakni TV7 milik Kelompok Kompas Gramedia.

Ilustrasi via analyx.com

Sayang, televisi kesayangan saya ini kemudian diakuisisi oleh Trans Corp. dan bersulih nama menjadi Trans7. Liga Inggris-nya lenyap, tetapi untung saja porsi tayangan pendidikannya masih terhitung cukup jika dibandingkan dengan televisi swasta lain.

Masih ada yang ingat dengan Lativi? Atau Bloomberg Indonesia, televisi franchisee yang membawa nama besar jaringan global tetapi hanya seumur jagung mengudara di negara ini?

Lebih Suka Internet

Meski ada sedemikian banyak stasiun televisi lahir dan menyuguhkan ratusan program acara setiap hari, saya hanya menghidupkan pesawat tivi hanya jika hendak menonton pertandingan sepak bola dan program berita. Selain itu mati.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline