Lihat ke Halaman Asli

Bung Amas

Kolektor

Pilkada Bukan Pileg, Eskalasinya Berbeda

Diperbarui: 26 Juli 2020   21:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi Pilkada. (sumber: KOMPAS/HANDINING)

"Politik memerlukan pemetaan, bacaan dan standar yang valid disaat mendeteksi peluang menang. Jangan membatasi diri pada satu variabel penopang kemenangan."

Sering elit partai politik berpegang pada referensi yang kurang akurat. Hasil capaian perolehan bakal calon Kepala Daerah saat menjadi calon Anggota Legislator (Caleg) menjadi acuannya. 

Padahal berbeda tentunya antara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan Pemilihan Legislatif (Pileg). Hasil survey atau penelitian dalam konteks elektoral menyepakati itu. Bahwa terdapat pergeseran kecenderungan pemilih.

Dimana ada pemilih yang memilih dalam Pileg terhadap satu figur, berpotensi tidak memilih figur tersebut pada kontestasi Pilkada. Sudah tentu karena ada varian dan alasan-alasannya. Kalau ditracking akan ditemukan tidak ada sebab ketertarikan pemilih secara tunggal. 

Ada bermacam jenis kepentingan yang mempengaruhi pemilih (konstituen) mengubah pilihannya. Terlebih bagi masa mengambang yang rata-rata lebih banyak dari akumulasi pemilih kita.

Seperti di Kota Manado, tarikan kepentingan yang kencang membuat masyarakat juga bisa mengubah-rubah pilihannya. Terdapat dua sisi memang, bagi pemilih militant, loyalis, mereka enggan mengubah pilihan dengan alasan teknis. 

Berbeda dengan pilih mengambang yang tidak punya panutan dalam proses politik. Kebanyakan dari mereka ikut-ikutan calon Kepala Daerah atau tim dari calon Kepala Daerah yang punya modal materi (uang).

Berarti mereka memilih berdasarkan siapa kandidat Kepala Daerah yang memberikan uang, beras atau apalagi bentuk pemberian itu. Bukan soal modal sosial, kemampuan atau program. Pemilih yang masuk dalam kategori massa mengambang berpindah pilihannya karena pengaruh politik transaksional. 

Mereka mengabaikan cita-cita dan janji pembangunan yang sifatnya retorika politik. Jika ada di Kota Manado elit partai politik yang menjadikan suara Pileg 2019 sebagai determinan, ini bertanda ancaman kekalahan akan mengintainya.

Artinya politik memerlukan pemetaan, bacaan dan standar yang valid disaat mendeteksi peluang menang. Jangan membatasi diri pada satu variabel penopang kemenangan. Perlu pendekatan yang luas, multi demensi. Lebih banyak alat pembanding (komparasi) malah lebih baik. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline