Lihat ke Halaman Asli

Permainan Politik SBY Cederai Rakyat?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terbukti sudah ketika screnario cantik Partai Demokrat (yang teguh dengan Opsi 3, Pilkada Langsung dengan 10 syarat) hanya suatu pencitraan politik yang seolah-olah pro pilkada langsung tapi hatinya sebenarnya ada di kubu Pilkada DPRD. Setelah tiga Fraksi (PDIP, PKB, Hanura) mengalah dan mendukung opsi 3, Demokrat terlihat kaget (bukan suka cita) dan memutuskan untuk walk-out. Jadi sebenarnya Demokrat ingin Opsi 2 (pilkada lewat DPRD) akan menang akhirnya.
Kubu pro Pilkada Langsung setuju dengan voting walaupun kalah suara, karena meskipun walk out, RUU Pilkada DPRD akan menang karena didukung nayoritas pasca Walk Out nya Partai Demokrat. Justru ini kesempatan kubu Jokowi untuk mengetahui seberapa besar dukungan dari anggota partai pendukung KMP (khususnya PPP dan PAN, yang kabarnya akan merapat ke kubu Jokowi-JK) dalam voting terbuka ini.
Seperti prediksi terakhir (pasca pembelotan Demokrat), pendukung pilkada langsung hanya memperoleh suara 135 dari PDIP, PKB, Hanura, 11 suara dari Golkar, dan 6 suara dari Demokrat. Sementara itu, RUU Pilkada lewat DPRD didukung oleh mayoritas suara sebanyak 226 (PKS,PAN,PPP, Gerindra, dan 73 suara Golkar). Berbeda dengan Golkar yang terpecah, PPP dan PAN memberikan suara penuh untuk RUU Pilkada lewat DPRD. Ini memberikan suatu sinyal tersendiri bagi Jokowi jika mengajak PPP dan PAN bergabung di kabinet mendatang. Sementara Demokrat tampil sebagai pecundang karena walkout menjelang voting.
Pemerintah (yang dipimpin Mendagri, tentunya atas arahan Presiden SBY) sebenarnya bisa menarik pembahasan RUU Pilkada di tingkat komisi beberapa hari sebelumnya. Tetapi SBY selalu ingin bermain cantik, menjadi penyeimbang katanya. SBY juga merasa sedikit aman karena keputusan ini diambil ketika beliau berada di luar negeri (sama seperti kasus Century). Namun, publik akan menunggu bagaimana reaksi SBY sepulang dari New York.

Dalam konstitusi kita, disebutkan bahwa Presiden bersama DPR membuat Undang-Undang (UU). Ini memberikan Presiden Republik Indonesia kewenangan besar untuk menolak sebuah UU. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri pernah menolak UU yang telah disetujui sidang paripurna DPR pada bulan September 2004. RUU Batam Free Trade Zone tidak pernah menjadi Undang-Undang karena tanpa tandatangan Presiden sebuah UU tidak dapat diundangkan. Seberapa besar nyali SBY dalam hal RUU Pilkada ini ?

Dalam konstitusi kita, disebutkan pula jika sebuah Undang-Undang telah disetujui oleh presiden dan DPR, masyarakat dapat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada prinsip yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) kita. Contohnya, MK pernah menolak UU Koperasi yang akhirnya batal demi hukum.

Seharusnya, referendum harus digelar untuk mengetahui pilihan rakyat apakah mereka setuju untuk mengubah pilkada langsung ke pilkada lewat DPRD. Sekitar 361 suara anggota DPR yang memberikan suaranya (135 pro Pilkada langsung dan 226 pro Pilkada DPRD) tidaklah cukup sebagai representasi rakyat sebenarnya. Sebagai wakil rakyat, DPR harus memperjuangkan suara rakyat. Tanya kepada rakyat, jangan kebiri kedaulatan rakyat!

Sungguh Ironis. SBY adalah presiden pertama yang dipilih dari hasil pemilihan langsung sebagai hasil reformasi 1998. Namun, sejarah mencatat suatu cacat di akhir penerintahan SBY karena permainan cantik (licik) dengan membiarkan Opsi 2 (RUU Pilkada lewat DPRD) menang. Jangan cederai kedaulatan rakyat, karena jika rakyat sudah tidak percaya maka hanya ada satu kata (seperti diutarakan Alm. Widji Tukul): LAWAN




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline