Lihat ke Halaman Asli

Jakarta Lebih Menawan Ketimbang Pertanian Indonesia

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1331489968626727475

Pantesan rumah dan apartemen tumbuh subur di Jakarta. Mobil dan motor makin menjejali ibukota. Padahal di luar Jakarta, sering terdengar berita tentang konversi lahan pertanian jadi perumahan dan industri. Penyusutan area hutan mungkin sudah menjadi berita basi. Produktifitas lahan pertanian pun menurun.

Apakah perbankan nasional punya andil terhadap kondisi tersebut?

[caption id="attachment_165745" align="aligncenter" width="580" caption="49,14% kredit bank umum mengguyur ibukota (doc pribadi)"][/caption]

Geliat perbankan terbaru bisa dilihat dari Statistik Perbankan Indonesia edisi Maret 2012 yang baru dirilis BI tanggal 15 Mei 2012. Saya lebih tertarik dengan dominasi Jakarta dalam sirkulasi dana perbankan, baik mobilisasi dana masyarakat, maupun alokasi kredit. Isu ini lebih menarik dibanding gejala penurunan suku bunga simpanan dan kredit. Makin menggelembungnya aset perbankan nasional pun tidak membuat pikiran bertanya-tanya. Saat ini bank umum memang bak gudang uang raksasa yang menimbun kekayaan sebanyak Rp 3708,7 Triliun, lalu menebarkan kembali sebagian aset tersebut, lalu memetik laba bersih Rp 21,6 Triliun.

Dana masyarakat- atau lebih populer disebut DPK (Dana Pihak Ketiga) yang berhasil disedot bank umum mencapai Rp 2826 Triliun. Lokasi penghimpunan DPK tersebut terkonsentrasi di Jakarta, yaitu sebanyak 49,91%, disusul Jawa Timur (9,04%), Jawa Barat (7,97%), Jawa Tengah (4,58%), dan Sumatera Utara (4,55%). Provinsi di luar Jawa jauh tertinggal, misalnya Kalimantan Timur (2,59%), Sumatera Selatan (1,89%), Riau (1.72%), Sulawesi Selatan (1,64%), dan Bali 1,66%.

Berapa dan ke sektor mana saja bank menyalurkan kreditnya?

Di sinilah saya mulai bertanya-tanya, walau cukup hanya bisa merenung saja. Total kredit per Maret 2012 mencapai Rp 2266,2 Triliun. Kita lihat dulu alokasi kredit secara nasional per sektornya, dengan urutan lima besarnya sebagai berikut:

  1. Perdagangan besar dan eceran Rp 381,4 Triliun
  2. Industri Pengolahan Rp 359,0 Triliun
  3. Real Estate, Penyewaan, dan Jasa Rp 122,9 Triliun
  4. Perantara Keuangan Rp 116,3 Triliun
  5. Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan Rp 115,1 Triliun

Itu alokasi kredit untuk mendukung lapangan usaha, atau sebut saja sebagai sektor produktif yang bisa saja menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran. Namun, bank tetap mengalokasikan kredit juga ke bukan lapangan usaha, atau katakanlah sebagai sektor konsumtif. Ternyata dua peruntukan kredit  terbesar adalah perumahan sebesar Rp 189,8 Triliun dan kendaraan Rp 102,8 Triliun.

Dari angka alokasi kredit tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian bukanlah sektor yang menarik bagi perbankan nasional. Bahkan total kreditnya kalah jauh dari kredit perumahan, atau hanya beda tipis dengan kredit kendaraan.

Lalu, seberapa banyak rumah tangga di Jakarta menyedot kredit dari bank umum?

[caption id="attachment_165743" align="aligncenter" width="594" caption="Kredit Rp 164,9 Triliun memasok kebutuhan rumah tangga di Jakarta (doc pribadi) "]

1331489567321500362

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline