Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Cuti Kerja dan Izin Sakit di Mata Karyawan juga Pengusaha

Diperbarui: 3 Juni 2021   10:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Screenshot mensabotase bisnis diambil dari unggahan Tribun Timur (dokumen pribadi)

Ketika seorang karyawan mengajukan izin tidak kerja karena merasa tidak enak badan, manajer sebuah perusahaan PMA berujar, 

"Disebut sakit jika tergeletak, tidak bisa bangun. Kalau hanya greges saja bisa kerja. Perusahaan menyediakan klinik!"

Secara tidak langsung, pernyataan itu menampik pengajuan izin sang karyawan untuk tidak masuk kerja.

Perusahaan itu telah menyediakan fasilitas, seperti: sarana dan prasarana olahraga, kesenian, dan kesehatan (klinik serta asuransi) bagi 1.800-an pegawainya. Jadi tidak mengherankan, jika karyawan mengalami sakit ringan dapat ditangani di klinik perusahaan.

Di sisi lain, izin tidak kerja diperlukan bila keadaan sakit itu mengganggu kinerja. 

Secara umum, cuti kerja memberikan ruang untuk: meredam kejenuhan, mengurus keperluan penting, melahirkan, bersungkawa atas meninggalnya anggota keluarga, dan sebagainya. Cuti merupakan hak karyawan.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan bagi pengusaha untuk memberikan cuti. 

Secara normatif, perusahaan memberikan cuti, yang terbagi menjadi:

  1. Cuti Tahunan. Perusahaan memberikan hak cuti, sekurangnya 12 hari dalam satu tahun, kepada karyawan yang telah bekerja minimal 12 bulan terus menerus dalam perusahaan.
  2. Cuti Besar. Karyawan memperoleh hak cuti 1 bulan, karena konsisten bekerja (loyal) selama 6 tahun pada perusahaan.
  3. Cuti Bersama. Diatur oleh pemerintah, karena biasanya jatuh pada hari kurang efektif, seperti "hari kejepit," hari perayaan keagamaan, dan peringatan hari besar nasional yang mengurangi cuti tahunan.
  4. Cuti Hamil. Diberikan kepada karyawati yang hamil, dengan hak istirahat 1,5 bulan masing-masing sebelum dan sesudah melahirkan.
  5. Cuti Sakit. Diberikan bagi karyawan yang tidak sehat, sehingga tidak memungkinkan untuk menyelesaikan pekerjaan atau berpotensi menularkan penyakit kepada karyawan lain, berdasarkan surat keterangan dokter.
  6. Cuti Penting. Diberikan kepada karyawan sehubungan dengan kejadian penting, semisal: yang bersangkutan menikah (3 hari); menikahkan anaknya (2 hari); mengkhitankan anaknya (2 hari); membaptis anaknya (2 hari); isteri melahirkan/keguguran (2 hari); suami/istri, orang tua/mertua/anak/menantu meninggal dunia (2 hari); anggota keluarga dalam satu rumah meninggal (1 hari).
  7. Cuti Haid. Bagi karyawati/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid.
  8. Cuti Lain-lain. Diberikan kepada karyawan, karena: menjalankan kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya, melaksanakan tugas serikat pekerja/buruh atas persetujuan pengusaha, melaksanakan pendidikan dari perusahaan.

Amanat Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut kemudian diimplementasikan ke dalam peraturan-peraturan perusahaan.

Jadi, cuti telah diatur undang-undang kemudian diterapkan oleh perusahaan. Jatah cuti menjadi hak bagi karyawan. Menjadi kewajiban bagi perusahaan.

Dalam beberapa hal, karyawan berhalangan sehingga tidak bisa melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya, karena berbagai sebab. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline