Selama bulan Ramadan, melewati hari dengan berkegiatan membuat puasa menjadi bermakna dan waktu terasa lebih cepat.
Sebaliknya, menghabiskan waktu dengan tidur siang, malah menyebabkan badan bertambah lemas, perut semakin lapar, kerongkongan kian kering, dan kepala menjadi pening.
Maka dari itu, waktu berpuasa baiknya dihabiskan dengan bekerja seperti biasa, tentunya dengan waktu lebih pendek dibanding hari biasa. Beraktivitas selama Ramadan, menyulut waktu seolah berlalu dengan cepat.
Saat masih bergiat di bidang konstruksi, waktu terasa lebih singkat. Tahu-tahu sudah sore. Kesibukan membuat demikian.
Barangkali yang agak merepotkan adalah godaannya.
Di antara sekian pekerja, ada saja yang ngopi dan ngudud saat istirahat. Harum kopi dan asap mengepul yang aduhai tercium tajam.
Ditambah gesekan-gesekan dengan preman, oknum ormas atau aparat yang dapat menyulut emosi.
Keadaan menjadi berbeda, setelah kegiatan resmi itu tiada, ditambah pelaksanaan ibadah puasa selama pandemi, yang mensyaratkan bekerja/berkegiatan di rumah saja.
Kondisi fisik juga tidak memungkinkan bagi saya untuk melakukan kegiatan sebagaimana mereka yang normal.
Pada dasarnya, saya juga tipikal orang yang tidak bisa duduk diam. Selama Ramadan, ada saja kegiatan yang dilakukan, semisal mengutak-atik peralatan.
Menimbang hal-hal itu, sehari-hari saya melakukan aktivitas di rumah saja, seperti:
- Melatih fungsi motorik dengan rutin, baik gerakan mayor maupun minor.
- Berusaha menulis dengan kuantitas minimal dua kali lipat dari hari biasa di dua situs (salah satunya adalah Kompasiana). Soal kualitas, urusan belakangan.
- Sesekali merawat tanaman.
- Menjalin silaturahmi dengan kerabat jauh, juga teman-teman lama.
- Kalau memungkinkan, melakukan pemeliharaan terhadap peralatan lainnya. Saat ini, sedang mengutak-atik alat pemotong rumput, agar dapat berfungsi kembali.