Lihat ke Halaman Asli

Baktinusa Support Mahasiswa Menjadi Negarawan Muda

Diperbarui: 25 Desember 2016   23:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“people developt people, leader create leaders.”

Berangkat dari rumah menuju ke kampus, nongki ke caffe-caffe hits, tempat hiburan, wisata, dan segala kegiatan lain hingga kembali lagi kerumah, baik yang melewati jalan-jalan yang sudah biasa dilewati atau eksplor jalan-jalan baru di hiruk pikuk kota, Kita biasa menjumpai orang-orang yang mencari penghidupan di jalanan. Ada yang mengamen, meminta sedekah, berjualan dan jasa lap kaca mobil dan sebagainya. Kebanyakan anak muda mungkin  menganggap kehadiran orang-orang jalanan ini sebagai angin lalu saja. Cukup diberi receh mereka akan langsung pergi dari hadapan kita. Meskipun terkadang ada pula yang merasa prihatin dengan pola perilaku orang-orang di jalanan yang bebas,  atau malah takut dengan mereka. Jarak sosial yang jauh membuat interaksi hanya sebatas itu saja.

Keresahan itu muncul ketika melihat banyak dari mereka yang masih anak-anak. Keresahan itu bertambah kala melihat perilaku mereka. Seorang anak berpakaian lusuh, kulitnya hitam terbakar matahari kombinasi debu dan asap motor sedang  menjajakan koran, memaksa bahkan menghardik agar dagangannya dibeli. Di usia sangat muda mencari nafkah untuk sesuap nasi. Atau untuk membeli yang lain? Mungkin mainan atau buku pelajaran?. Yang muncul dibenak kita adalah bagaimana pergaulan anak ini. Benar saja, banyak dari mereka tidak sekolah, sudah mengenal rokok, lem, dan bahkan obat-obatan.

Beruntungnya sebuah komunitas yang menamakan diri Relawan Anak Sumsel mencoba membersamai mereka. Mencoba untuk jadi generasi yang tidak hanya berkomentar namun ikut turun tangan memahami permasalahan. Kumpulan anak muda yang ingin melakukan perubahan.

Awal keterlibatan saya pada komunitas ini adalah sebuah tugas blok kuliah penelitian kualitatif, yang dari sana tim saya memilih subjek anak jalanan. Setelah beberapa kali observasi, ikut turun ke jalan membersamai kegiatan anak-anak jalanan ini, membuat verbatim interview, mendengarkan cerita mereka dari sudut pandang mereka hingga analisis, saya berkesimpulan bahwa tidak cukup sebatas menyelesaikan tugas kuliah saja. Saya punya peran untuk membantu mereka. Melengkapi tim relawan yang sukarela ingin mendidik anak-anak jalanan.

Tim relawan yang berisikan potential people. Anak-anak muda penuh semangat mendidik dan memberdayakan orang lain. Waktu, tenaga, dan gagasan diberikan tanpa pamrih. Saya pribadi menyadari saya punya potensi untuk bisa memberi dampak pada lingkungan ini. Berbekal ilmu psikologi jadikan komunitas ini sebagai laboraturium pembelajaran untuk diri sendiri. Termasuk how to manage potential people ;ainnya dalam tim ini. Inilah saya sekarang leader Relawan Anak Sumsel. Tanpa tim, saya tidaklah lengkap. Tidak akan mampu mewujudkan visi komunitas ini. Yang sedang saya upayakan adalah bagaimana memanggil ruh tim agar tetap berada dalam frekunesi yang sama. One team One goal. Memaksimalkan segala potensi, pemikiran, ide sehingga mampu mencapai tujuan bersama. Galeri kegiatan Relawan Anak Sumsel bisa di akses melalui instagram @relawananakss

Sebagai leader saya ingin Potential people berani memimpin dan membawa perubahan. Walaupun kadang terasa pahit, dan membuat perasaan “teraniaya” tetap harus ada people yang rela berkorban dan rela tidak populer. Apalagi dalam urusan kerelawanan yang tidak banyak apresiasinya. Kegiatan pendampingan anak jalanan bukanlah bakti sosial sehari yang selesai dengan foto bersama kemudian di unggah ke media sosial. Kerelawana ini juga berbeda dengan kegiatan mahasiswa yang pada umumnya jelas panggungnya. Entah sebagai aktivis kampus, atau mahasiswa delegasi konferensi luar negeri atau yang langganan juara kompetisi.

Kerelawana ini adalah pendidikan. Sebuah investasi yang membutuhkan bertahun-tahun untuk melihat dampaknya. Sebagai seorang leader saya wajib untuk berbagi pemahaman dengan anggota tim saya. Potensi saya adalah untuk mereka. Bagaimana coaching dan counseling bagi anaka-anak dalam program pendampingan dan sebagainya. Bagaimana agar terlebih dahulu menggugah sisi psikologis orang lain. People developt people. Seorang leader wajib selalu ada waktu untuk sharing karena tugas leader sejatinya adalah melahirkan leader-leader lainnya.  Terinspirasi dari Dalai Lama “share your knowledge, it is a way to achieve immortality”

Kita memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menjadi orang baik. Namun apa yang kita lakukan sekarang menunjukka apakah kita hanya berangan-anagan atau kita mencicil apa yang harus menjadi visi kita dengan sepenuh hati. Menginvestasikan waktu yang berharga dengan belajar, akan membedakan kualitas kita di masa yang akan datang. We are young, We are Leaders ! Begitulah Baktinusa mendidik saya.

Beasiswa Aktivis Nusantara atau disingkat menjadi Baktinusa ini adalah program pengembangan bagi aktivis mahasiswa untuk membentuk pemimpin berkarakter dan kompeten yang berperan aktif di tengah masyarakat demi terwujudnya Indonesai berdaya. Penerima manfaat Baktinusa akan mendapatkan uang pendukung aktivitas Rp 800.000,- per bulan, pembinaan dan mentoring selama 2 tahun, Future Leader Camp, Program Adik Asuh, Gerakan Sosial Regional, Strategic Leadership Training, Activist Development Program, Monitoring And Evaluation, Marching For Boundaris, Kunjungan Dan Silaturahim Tokoh dan Penguatan Jaringan Media. Berikut ulasan fasilitas-fasilitas dari Baktinusa:

1. Uang pendukung aktivitas Rp 800.000 per bulan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline