Napas nenek Jamah mulai satu-satu. Konon, nenek Jamah juga mengindap penyakit manggah (Asma). Bisa jadi karena bulu kucing yang dipeliharanya. Mungkin juga karena selalu berada di pinggir sungai Mahakam saat malam hari, membuatnya paru-paru basah.
"Cepat Julak Shaleh!, nenek jamah sudah sakaratul maut." ujar Acil Inor, sambil melambai Julak Shaleh dan Haji ilung yang setengah berlari. Ia buru-buru memasuki rumah nenek Jamah. Warga kampung yang menyaksikan nenek jamah yang tengah sekarat, dengan napas yang berat. Menambah suasana mencekam.
Rumah nenek tua itu, dipenuhi warga yang berdesakan didepan pintu rumah. Mereka menepi, dan memberi jalan julak shaleh dan Haji Ilung memasuki pintu rumah.
***
"Ayo Pak Haji, dan bapak-bapak bantu saya menyingkirkan dan menjauhkan kucing-kucing Nenek Jamah." Ujar Julak Shaleh berbicara pelan serasa berbisik.
"Iya Julak. Apa yang harus kami lakukan?." Tanya Amat Tali mendekat dan berada di samping Julak Shaleh.
Akhirnya kucing-kucing hitam bisa dijauhkan dari nenek Jamah. Para Bapak berhasil mengusirnya. Kucing hitam nenek Jamah berkumpul seakan tak mau jauh dari tubuh majikannya.
Julak Shaleh berada tepat disamping nenek Jamah. Nenek Jamah matanya melotot menatap julak Shaleh. Ia merasa tak senang dengan kehadiran julak Shaleh.
“Sudahlah nek, saya akan membantu nek jamah.Beingat nek?, Ayo Nek, ingat Tuhan.”
“Heeeh..heeeh, suara keluar dari mulut menek Jamah terdengar berat. Ia seakan menolak apa yang dikatakan Julak Shaleh.