Lihat ke Halaman Asli

Billy Steven Kaitjily

Penulis dan Narablog

Kerang Hijau sebagai Alternatif Biofilter Perairan Teluk Jakarta

Diperbarui: 2 Mei 2024   16:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kerang hijau teluk Jakarta. (Sumber gambar: bbc.com)

Teluk Jakarta yang berada pada bagian sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, ternyata sudah rusak parah selama puluhan tahun lalu. Selain disebabkan oleh aktivitas transportasi laut dan pembangunan di pesisir pantai Jakarta, kerusakan diperparah oleh pembuangan limbah dan sampah ke sungai dan laut.

Data dari Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta menunjukkan, sampai akhir tahun 2014, sebanyak 85% perairan teluk Jakarta telah tercemar sedang hingga berat. Hanya 15% dari teluk Jakarta yang pencemarannya sangat ringan hingga ringan. (Sumber: Tempo.co).

Hasil evaluasi pada tahun 2020, menunjukkan bahwa kualitas air di perairan teluk Jakarta didominasi oleh limbah organik yang masuk melalui 13 sungai dan bemuara di perairan laut teluk Jakarta. Ke-13 sungai tersebut melalui pemukiman padat penduduk dan kawasan industri di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Jakarta. (Sumber: Lingkunganhidup.jakarta.go.id).

Berdasarkan hasil penelitian pakar kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), limbah dan sampah yang masuk ke muara dan teluk Jakarta mengakibatkan kondisi air mengandung silikat sebesar 52.156 ton, fosfat 6.741 ton, dan nitrogen sebesar 21.260 ton. (Sumber: Tempo.co).

Bahkan, sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Science Direct Agustus 2021, mengungkapkan bahwa sejumlah air di kawasan teluk Jakarta telah terkontaminasi oleh obat-obatan, salah satunya ialah paracetamol. Temuan paracetamol oleh para peneliti di teluk Jakarta dengan kadar tinggi ditemukan di dua lokasi, Angke dan Ancol.

Diduga, pencemaran paracetamol berasal dari konsumsi masyarakat yang berlebihan, rumah sakit, dan industri farmasi. Terkait dugaan pencemaran dari konsumsi masyarakat yang berlebihan ini dapat bersumber dari tingginya angka penduduk Jakarta dan bebasnya peredaran obat yang dijual tanpa resep dokter.

Selain itu, rumah sakit dan industri farmasi dapat berpotensi sebagai sumber pencemaran apabila tidak memiliki sistem pengelolaan air limbah yang optimal. (Sumber: Kompas.com).

Dengan kondisi air yang tercemar ini, bagaimana mungkin biota laut di teluk Jakarta dapat bertahan hidup? Sebagai contoh, pada tahun 2015 silam, ditemukan jutaan ikan mati terdampar di pesisir pantai Ancol. Selain dikarenakan faktor cuaca, ikan-ikan yang mati itu dikarenakan meningkatnya populasi fitoplankton di teluk Jakarta.

Meningkatnya populasi fitoplankton, jelas membutuhkan oksigen yang banyak pula untuk hidup, sehingga kadar oksigen di teluk Jakarta menipis. Inilah yang menyebabkan ikan-ikan dan kepiting mabuk hingga mati.

Berdasarkan kajian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), fitoplankton penyebab ikan-ikan mati masal di Ancol itu merupakan jenis Coscinodiscus spp. Meledaknya populasi fitoplankton dipicu oleh meningkatnya kadar fosat dan nitrat dalam air. Penambahan fosat dan nitrat berasal dari curah hujan, sungai dan saluran pembuangan yang bermuara ke teluk Jakarta. (Sumber: Liputan6.com).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline