Lihat ke Halaman Asli

zahwan zaki

Alumni IAIN SAS Babel (Pendidikan) dan Alumni STIA-LAN Jakarta (Bisnis)

Si Anak Kampung Mengejar Mimpi (Edisi: Sekulah!)

Diperbarui: 12 Juli 2020   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Anak-Anak Sekolah / pixabay.com

Hari Pertama Masuk SLTP

Saya (Ziyyan) bersama enam sahabat, 6 cowok dan satu cewek, resmi mendaftar ke SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) yang berada di Kecamatan. Kami anak-anak kampung berasal dari kampung sebelah.

Waktu itu tahun 1994. Jalan dari kampung kami menuju kampung yang ada SLTP tadi belum beraspal, masih tanah kuning dan berlubang. Jika dihitung jarak untuk bolak balik kurang lebih 20 KM. Jalan itulah yang kami tempuh hampir setiap hari menggunakan sepeda.

Saya, Helmi, Ibnu, Jojon, Bujang, Siba dan Rohani. Itulah nama teman-teman saya satu sekolahan di SLTPN 1 Mendobarat Kabupaten Bangka. Kami merupakan generasi baru melanjutkan sekolah di SLTPN itu. Mengapa begitu? Karena diatas kami sudah lama anak-anak kampung tidak melanjutkan ke SLTPN, kebanyakan melanjutkan di madrasah yang ada di kampung saja.

Hari pertama masuk sekolah. Saya ingat betul subuh-subuh sudah mandi. Dengan semangat emak saya membantu memompa air sumur untuk saya mandi.

“Jang, hari ne ke lah masok SMP. Belajir bener-bener jang, insyaAllah ke akan jadi urang sukses lak e!”.

Itulah nasihat emak pada saya di pagi hari itu. Emak sangat berharap anaknya menjadi orang sukses suatu saat nanti. Begitulah emak, barangkali seluruh emak di dunia ini akan berharap semua anaknya menjadi orang yang sukses. Tak terkecuali, emaknya Helmi, emaknya Ibnu, emaknya Jojon, emaknya Siba dan Bujang, serta emaknya Rohani.

Ada yang lucu di hari pertama masuk sekolah Itu, kami bertujuh, 6 laki-laki dan 1 perempuan, Rohani. Entah kenapa pas pulang sekolah, kami berenam mengayuh sepeda dengan cepat meninggalkan Rohani sendiri di belakang.

“Tungge.. tungge ko.. ikak jangen ngebutnya..” (tunggu, kalian jangan ngebut), terdengar suara Rohani memanggil kami.

Kami pun berhenti sejenak, sambil menunggu Rohani bergabung lagi sama kami. Rohani memang nggak bisa cepat, sepedanya masih terlalu besar untuk ukuran dia saat itu. Mungkin, karena masih baru dan belum terbiasa, jadi Rohani mengayuh sepedanya belum bisa ngebut seperti kami-kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline