Lihat ke Halaman Asli

Lajang

Diperbarui: 15 Mei 2021   22:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kapan terakhir kali manusia memilih hal-hal yang sesuai dengan keinginanya

Bapak saya menganut politik bebas merdeka. Sebagai anak perempuan satu-satunya, saya tidak selalu ditekan dengan sejumlah aturan, maksud saya hampir menjadi anak tunggal ketika tiba-tiba ibu saya mencecoki dengan beberapa pertanyaan. Apakah saya demam ataukah tiba-tiba merasa kepanasan? 

Waktu itu saya berumur 13 tahun, saya tidak terlalu peduli dengan bentuk tubuh ibu yang berubah agak gemukan, ataukah pertanyaan-pertanyaan aneh hanya untuk memastikan mitos seorang anak akan demam atau merasa kepanasan apabila ia akan memiliki seorang adik baru sampai kemudian dia mengaku ke bapak kalau ia tengah hamil adik saya yang kemudian berjenis kelamin laki-laki.

Bapak seorang laki-laki pendiam, tidak banyak bicara. Bersama bapak sebagai individu saya selalu merdeka. Bapak tak pernah memilih dan saya tak pernah dipilihkan. Kadang-kadang bapak hanya suka didongengkan tentang akan jadi apa saya ketika selesai kuliah "akan jadi guru" kataku singkat. 

Kadang-kadang persoalan memilih ibarat lotre kalau tidak beruntung ya berarti kalah atau gagal dalam pilihan, demikian!.
adakah manusia pernah berpikir bagaimana bertanggung jawab pada setiap pilihan?memilih menjadi profesi apapun. Demikian juga ketika memutuskan dan menjatuhkan pilihan akan jadi suaminya siapa. 

Bukan hanya menitipkan daging-daging dalam tubuh perempuan dan kencing dimana-mana kemudian berlalu setelah mengucap ijab-qabul di depan penghulu dengan fasihnya, ataukah pengucapan janji suci untuk sehidup semati di depan pendeta. Relasi-relasi yang kadang membuat orang melupa akan tanggung jawabnya bahkan sengaja melupa.

Hingga saya menjelang dewasa saya selalu penasaran apakah kedua orang tua saya berbahagia dengan pernikahannya? Apakah mereka tidak pernah bosan? 

Pertanyaan-pertanyaan gila yang selalu memenuhi kepala. Tapi bukan alasan itu yang membuat saya memutuskan memeluk diri sendiri. Lembaga pernikahan selalu membuat saya bergidik ngeri. 

Narasi-narasi tentang pernikahan yang berakhir tragedi selalu tersimpan baik dalam memoriku. Kemarin Si A yang pisah ranjang. Kemarin Lalu si B di pengadilan gugat cerai suaminya padahal sudah berumur lima tahun, dan kemarinnya lagi si C terpaksa harus pisah gara-gara mertuanya, hari ini si D meninggal gara-gara traumatic suaminya yang lepas tanggung jawab. 

Saya telah kehilangan percaya akan kesakralan pernikahan. Kadang-kadang saya hanya merasa butuh laki-laki ketika kran air tiba-tiba bocor, ataukah tiba-tiba motor saya ngadat, itupun tidak akan bertahan lama ketika tukang dan mekanik bengkel menyelesaikan perkara itu dengan baik.  

Salah satu teman mengatakan kalau saya telah "mati rasa" hal itu mungkin saja ada benarnya dan mungkin juga tidak sebab berkali-kali pun saya jatuh berkali-kali dan cinta berkali-kali.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline