Lihat ke Halaman Asli

Sofyan Basri

Anak Manusia

Cinta Fiksi Versus Cinta Realitas

Diperbarui: 18 April 2018   01:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(7-themes.com)

Selepas pulang kantor, seperti biasa saya mencari tempat untuk hanya sekedar bercerita tentang apapun. Mulai dari yang fiksi hingga yang realitas.

Pada akhirnya Tuhan mengarahkan saya untuk bertemu dengan beberapa teman dalam sebuah acara Bazar dan Bincang Buku pada sebuah cafe di daerah Mapala, Makassar.

Singkat cerita, acara dimulai dan pada akhirnya ditutup dengan pembacaan puisi. Yang menarik, teman yang saya ajak bertemu ikut ambil bagian dalam sesi baca puisi.

Seusai membaca puisi yang temanya sedikit berat karena bercerita tentang cinta. Saya berkelakar, dengan tertawa sambil memberikan aplaus kepada teman seusai tampil.

Saya kemudian melakukan manuver kecil untuk mengajak teman untuk berdiskusi tentang cinta. Terus terang saya suka diskusi tentang tema cinta. Karena sudah tentu akan panjang dan kemungkinan tidak ada habisnya. Hahaha

Tibalah ketika saya bertanya. Bahwa untuk apa Anda memiliki pasangan (pacar) sedangkan arah dan tujuan tidaklah jelas. Apakah itu tidak buang-buang waktu. Bukankah lebih baik tidak ada pasangan tapi memiliki arah dan tujuan yang jelas.

Semua menjadi ribut. Saya tertawa terbahak menikmati perdebatan-perdebatan kusir itu. Beberapa teman memberikan argumentasi dengan nada yang cukup tinggi dan serius. Saya pun semakin larut dan menikmati diskusi itu.

Pada akhirnya, saya yang kemudian disudutkan. Sebab saya dituding beretorika sedemikian rupa untuk menutupi bahwa saya tidak punya pasangan. "Main keroyokan kah" kataku. Hahaha.

Bahwa saya mengakui tidak memiliki pasangan. Pertama, karena saya ingin beralasan dengan cukup simpel saja. Saya lebih suka ditolak ketika menyatakan cinta kepada seorang perempuan daripada saya langsung diterima.

Jujur saja, ini adalah kalimat pembenaran atas pilihan saya. Akan tetapi, saya ingin mengatakan kepada teman bahwa saya lebih suka menonton pertandingan sepakbola dari klub kesukaan saya ketika dibobol diawal. Kemudian mampu mendramatisasi kemenangan diakhir laga dengan skor tipis.

Kupikir, proses itu begitu nikmat. Jika dibandingkan ketika klub andalan saya itu langsung menang yang kemudian berujung pembantaian dengan skor yang sangat mencolok. Tidak ada aliran darah yang membuat kita tegang dan "dumba-dumba" (deg degan). Hahaha

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline