Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Perdamaian dan Anti Kekerasan di Media Sosial

Diperbarui: 11 Juli 2018   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Indonesia adalah suatu negara yang memiliki keragaman yang sangat banyak dan rentan terhadap sebuah konflik. Dibutuhkan keterampilan mengatur keberagaman tersebut agar semua komponen masyarakat dapat hidup damai tanpa adanya suatu konflik atau kekerasan. Masyarakat khususnya para generasi muda perlu dibekali berbagai pengetahuan tentang keadaan bangsanya seja dini. Dan pendidikan merupakan salahsatu media yang tepat untuk menumbuhkembangkan sikap perdamaian dan anti kekerasan.

Pada era sekarang, perkembangan suatu teknologi dapat membuat manusia termudahkan dalam setiap aktivitasnya termasuk dalam penyampaian suatu pendidikan perdamaian dan anti kekerasan.  Namun, pada faktanya sekarang banyak penggunaan teknologi yang kurang tepat terutama di media sosial.

Anak-anak dan remaja saat ini digolongan pada masyarakat yang hidup di era digital (digital native). Sementara itu, generasi orangtua dari mereka saat ini masih cenderung menjadi penduduk pendatang digital (digital immigrant). Akibatnya, kesadaran akan potensi negatif yang mengancam anak-anak dan remaja tidak disadari dan diseriusi oleh kalangan dewasa.

Rata-rata pengguna media sosial adalah generasi muda yang dimana rata-rata dari mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi terhadap suatu hal. Sering sekali di media sosial terisi dengan konten negatif yang memicu perpecahan antar golongan dan konten tersebut sangatlah mudah untuk diakses oleh semua orang termasuk para generasi muda.

Berbagai kericuhan dan kekerasan (secara tidak langsung maupun langsung) bukanlah suatu hal yang awam bagi masyarakat luas. Rata-rata dari mereka mudah terprovokasi karena mereka menganggap kelompok lain itu berbeda dan kelompok mereka tidak ingin dianggap sebagai generasi yang kalah atau terpinggirkan, dari hal tersebut dapat memicu sebuah konflik bahkan konflik yang berkepanjangan

Sebagai orangtua yang tergolong ke dalam digital immigrant, mereka mempersepsikan bahwa hadirnya media sosial saat ini tidak ditujukan oleh orangtua yang tidak banyak berinteraksi dengan kemajuan teknologi seperti anak remaja mereka. Persepsi orangtua dalam memahami media sosial yaitu bahwa teknologi seperti media sosial pantasnya digunakan bagi anak muda. Seperti orangtua yang merasakan bahwa ketidaktahuannya akan apa itu media sosial selain karena merasa gagap teknologi juga rasa malu jika dipandang sebagai orangtua yang terlalu gaul dan akrab dengan media baru.

Dalam hal ini lah peran orang tua sangat diperlukan dalam pendidikan perdamaian dan anti kekerasan. Orang tua berperan sebagai seorang pendidik dimana mereka secara tidak langsung diwajibkan untuk mendidik generasi muda agar lebih bijaksana dalam penggunaan sosial media yang ada meskipun mereka lebih dianggap sebagai generasi yang kurang paham dengan perkembangan zaman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline