Lihat ke Halaman Asli

Bangun Sayekti

Sarjana, Apoteker

Belajar dari Bunga Mawar

Diperbarui: 29 Oktober 2017   09:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belajar Dari Bunga Mawar.

Puji syukur patut kita sanjung agungkan kehadirat Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwasanya kita terlahir sebagai bangsa Indonesia. Betapa tidak. Sejak zaman dahulu kala, Indonesia dikenal sebagai Negara agraris. Sehingga atas kekayaan sumber daya alamnya, di zaman Kerajaan dahulu Indonesia khususnya pulau Jawa di juluki dengan Jawa Dwipa ( kaya akan beras ) dan Swarna Dwipa ( kaya akan emas ).

Atas kekayaan alam tadi oleh para pendahulu kita, Indonesia digambarkan sebagai sebuah Negara dalam jagad pewayangan yang dideskripsikan sebagai berikut; Indonesia kadyo Nagari ingkang: panjang, punjung, pasir, wukir, loh jinawi. Panjang dowo pocapane, punjung luhur kawibawane, pasir samodro, wukir gunung, loh subur kang sarwa tinandur, jenawi murah kang sarwo tinuku.

Secara harfiah ungkapan tadi dapat diartikan sebagai berikut: panjang dowo pocapane artinya gema Negara kita sangat luas, sampai ke manca Negara; punjung luhur kawibawane artinya Negara kita disegani oleh Negara -- Negara di dunia ini; pasir samodro artinya Negara kita adalah Negara maritim yang memiliki lautan sangat luas dan kaya akan sumber daya laut; wukir gunung artinya Negara kita juga dikenal dengan kesuburan tanah dan panorama alam pegunungan nan indah; loh subur kang sarwo tinandur artinya semua tanaman yang ditanam tumbuh subur dan menghasilkan; serta jenawi murah kang sarwo tinuku artinya apapun yang diperjual belikan di Negara kita murah atau daya beli masyarakatnya tinggi dan atau barang yang dihasilkan melimpah, melebihi kebutuhan masyarakat kita atas kemampuan sendiri (berdikari).

Benarkah Indonesia sebagaimana telah dideskripsikan oleh pendahulu kita itu merupakan gelaran atau perwujudan ayat Allah yang tidak tertulis, dan merupakan kodrat Illahi yang wajib kita syukuri? Benar. Presiden kita bapak Joko Widodo, selalu membacakan ayat Allah yang tidak tertulis tersebut dimana dan kemanapun beliau berkunjung. Beliau selalu mengatakan, Indonesia adalah Negara besar, mempunyai lebih dari 17.000 pulau.

Mempunyai sekitar 714 suku bangsa dan mempunyai lebih dari 1.100 bahasa lokal, bukankah ini merupakan gelaran atau perwujudan surat Ar Ruum ayat  22. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain - lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada  yang demikan itu benar - benar terdapat tanda - tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan surat Al Hujuraat ayat 13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-sukusupaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal

Alangkah bangga dan bahagianya bila kita sebagai bangsa Indonesia, dapat mensyukuri dan melestarikan Negara ini sebagai titipan anak cucu, yang wajib dikelola secara bijak untuk kemanfaatan bersama. Sebaliknya alangkah nista dan celakanya orang atau sekelompok orang, yang masih mau merusak dan mencabik -- cabik Negara yang telah dikodratkan Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa menjadi milik bangsa ini. Untuk itu mari kita selalu ingat ( Jawa = eling ) dan waspada, akan ujian-Nya. Karena Allah telah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 7: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." 

Dari hamparan tanah subur Negara kita, kecuali ditumbuhi tanaman yang menghasilkan buah, umbi dan biji bahan pangan sebagai asupan bagi lahiriyah kita, juga ditumbuhi tanaman yang dapat dinikmati karena keindahan dan semerbak harum mewanginya bunga yang disuguhkan sebagai asupan bagi batiniyah kita. Salah satunya adalah bunga mawar. Untuk itu, mari kita belajar dari bunga mawar.

Dimasa kecilku sekitar 65 tahun yang silam dan yang sekarang telah berusia 69 tahun, aku sering mendengar dan menyanyikan sebuah lagu anak-anak dengan lirik sebagai berikut: Lihat kebunku penuh dengan bunga, ada yang merah dan ada yang putih, setiap hari kusiram semua, mawar melati semuanya indah. Dari untaian kata dalam lirik lagu ini, kiranya kita sudah tidak asing lagi dengan bunga mawar, bukan? Mudah-mudahan, begitulah kenyataannya.

Atas keindahan mahkota bunga dengan berbagai warna yang disuguhkan, dan semerbak harum mewanginya aroma yang dipancarkan, bukan hanya manusia yang tertarik namun lebah atau tawon sekalipun tertarik untuk menikmatinya. Mari kita lihat, meski sang bunga mawar diinjak-injak oleh sang tawon, ibarat sang tawon menari -- nari diatas mahkota bunganya, namun sang mawar tetap menebar senyum melayani sang tawon, tanpa ada ekspresi kemarahan sedikitpun. Bukan hanya itu, sang tawonpun dilayani dengan menyuguhkan madu dari dalam kantung nektar, untuk dinikmatinya. Sudahkah kita dapat berlaku, layaknya sang bunga mawar?

Kita sebagai manusia juga mempunyai ketertarikan layaknya sang tawon tadi, namun hanya sebatas untuk menikmati keindahan mahkota bunga dengan berbagai warna, dan semerbak harum mewanginya sang mawar saja. Bahkan dikala kecilku, tak jarang orang memetik sang mawar, lalu menempatkannya didalam vas bunga agar dapat dinikmati didalam rumah. Masih ingat akan hal tersebut? Tetapi kita harus ingat, berhati -- hati dan waspada manakala akan memetiknya, mengapa? Karena manakala kita tidak ingat, tidak berhati -- hati dan tidak waspada, bisa - bisa belum dapat memetik kuntum bunganya, kita sudah tertusuk duri yang ada pada batangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline