Lihat ke Halaman Asli

Bang Pilot

Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Tanaman Lada, Si Kecil yang Rakus

Diperbarui: 15 Oktober 2016   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: kebun lada nan subur, sumber pundi-pundi kemasyhuran masyarakat Sulawesi Selatan. (ARSIP KOMPAS TV)

Kebanyakan orang mengira bahwa tanaman lada (piper nigrum-pepper nigrum) alias merica alias sahang adalah tanaman yang sedikit membutuhkan unsur hara tanah. Anggapan yang salah ini mungkin terjadi  karena memandang bentuk pohonnya yang kecil, tidak berkayu, buahnya juga kecil-kecil dan perkembangannya yang cenderung lambat.

Padahal, menurut penelitian para ahli pertanian, tanaman lada ini termasuk tanaman yang rakus unsur hara tanah. Sebagai contoh, Yap (2012) melaporkan bahwa tanaman lada dewasa menyerap unsur hara makro N, P, dan K secara kumulatif dari tanah masing-masing sebanyak 393,1 kg N, 46,4 kg P2O5, dan 364,9 kg K2O/ha. 

Jumlah hara diserap tersebut lebih tinggi dari yang dilaporkan Sim (1971), yakni 233 kg N, 39 kg P2O5 dan 207 kg K2O per hektar. Karena itulah kemudian para botanist menggolongkan tanaman lada sebagai high nutrient demand cropalias tanaman yang membutuhkan asupan nutrisi yang tinggi.

Lebih lanjut, Yap (2012) menganjurkan pemupukan NPK 390-62-352 kg/ha/tahun untuk tanaman lada umur 3 tahun. Di India, Thangaselvabal et al. (2008) menganjurkan formula pupuk NPKMg dengan kandungan 11-13% N, 5-7% P2O5, 6-18% K2O, dan 4-5% MgO. 

Sementara itu, Waard (1979) melaporkan penggunaan pupuk organik yang disertai pemupukan inorganik 400 kg N, 180 kg P, 480 kg K, 425 kg Ca dan 110 kg Mg per hektar per tahun mampu mengurangi gejala penyakit kuning dan meningkatkan hasil lada secara signifikan.

Bibit lada - foto dokpri

Sayangnya, fakta bahwa tanaman lada membutuhkan unsur hara tanah yang banyak itu belum disadari oleh sebagian besar petani lada di Indonesia. Mereka cenderung hanya memupuk tanaman lada mereka sekedarnya, jauh di bawah jumlah standart yang dianjurkan. 

Umumnya petani kita hanya memberikan pupuk unsur NPK sebanyak 0,2-1 kg/batang/tahun bagi tanaman yang sudah menghasilkan (TM). Padahal standarnya adalah sebanyak 2,4 kg pupuk NPKMgO/batang/tahun bila hanya menggunakan pupuk kimia saja, dan 1,8 kg jika aplikasi pupuk kimia NPKMgO  dipadukan dengan pupuk organik semisal pupuk kandang atau pupuk kompos yang sudah difermentasi. 

Kurangnya asupan pupuk pada perkebunan lada ini akan menyebabkan menurunnya produksi biji lada, dan juga menyebabkan hilang atau berkurangnya kandungan unsur hara tanah. 

Tanah yang terus menerus kekurangan asupan unsur hara ini akan menjadi semakin kurus dari waktu ke waktu. Tanah seperti ini jika ditanami akan menghasilkan pohon lada yang berproduksi rendah dan rentan terserang penyakit karena pohon yang tidak sehat. Sayangnya, fakta miris ini adalah yang terjadi di lapangan.

Oleh karena itu, janganlah heran mengapa petani lada di India, Thailand dan Vietnam, yang rata-rata sadar standart asupan hara, berhasil memetik hasil berupa lada putih kering sebanyak lebih dari 2 ton perhektar pertahun, sedangkan petani kita hanya menikmati hasil kurang dari 1 ton per hektar per tahun. 

Lada asal Sulawesi Selatan dikenal berkualitas tinggi, ukuran lebih besar dan harum. (ARSIP KOMPAS TV)

Ditambah ditemukannya varietas baru lada di India dan Vietnam, yang dikabarkan mampu menghasilkan lada putih sebanyak 11 ton perhektar per tahun, maka makin lengkaplah notasi ketertinggalan petani lada Indonesia. Karena itulah tidak ganjil juga ketika faktanya kita memiliki lahan perkebunan lada yang lebih luas dari mereka, tetapi menghasilkan produksi yang jumlahnya lebih sedikit.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline