Lihat ke Halaman Asli

Baban Sarbana

Social Entrepreneur

Spirit Obama Kecil Melintasi Samudera

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di pesawat EVA Air; di atas Samudera Pasific (keliatan dari layar kursi pesawat); ketinggian 35001 ft.

Jarak tempuh Taipei ke Seattle adalah 6246 mil. Dua jam lagi jelang mendarat di Bandara Tacoma SeaTac. Saya bisa tidur sebentar, tapi nyenyak. Tapi, beberapa lama tak bisa tidur; karena di sebelah saya ada seorang anak muda; sebut saja Ronny namanya; masih usia 18 tahun, Arsenalmania. Ronny tidak sedang berlibur ke Seattle, tapi habis berlibur di Indonesia dan kini kembali melanjutkan studinya di Green River Community College di Auburn, Seattle.

Awalnya saya mengajak dia bicara bahasa Inggris, karena wajahnya yang oriental, dan hampir lebih dari 50% penumpang pesawat Taipei - Seattle itu memang berwajah oriental. Tahunya dia anak Jakarta.

Menarik obrolannya, karena Ronny bilang, kalau dia 'nekat'merantau ke Amerika Serikat di usia 16 tahun; melakukan riset tentang pendidikan di Seattle (pilihannya Seattle, karena dia suka elektronika dan teknologi, idolanya saja Thomas Alva Edison). Setelah cukup data, maka, ditinggalkannya bangku kelas 1 SMA di Indonesia, dan melanjutkan studi di college; kuliah sambil ikut High School Completion, untuk mendapat 'sertifikat' menyelesaikan SMA.

Ketika saya tanya, "kok milih studi di Amerika?"

"Cari suasana belajar yang beda aja" katanya.

Saya yakin, bukan soal suasana belajar; karena ketika obrolan dilanjutkan, ternyata juga bicara soal ketidakpuasan dengan sistem pendidikan Indonesia, yang dikatakannya "kalau ada yang mampu kuliah, kenapa harus menghabiskan 2 tahun sebagai siswa SMA?".

Hmmm... pemikiran yang bagus, dan lebih bagus lagi, Ronny tak menyerah dengan keadaan, tapi mengambil keputusan, menuliskan takdirnya sendiri.

Ada hal lain yang juga menjadi benang merah dari saya dengan Ronny. Nyatanya, Opa Ronny, sejak usia pensiun mulai menjadi community organizer di sebuah gereja di Bogor; mengurusi anak-anak yatim dan miskin; beragama Kristen tentunya. Sama dengan saya, yang juga mengurusi Pondok Yatim Menulis.

Saya langsung mengambil kesimpulan, mungkin saja ketulusan Opa-nya mengurusi anak-anak tak beruntung itu memberi berkat kepada cucunya, sehingga hidup cucunya menjadi lebih baik lagi. Saya yakin, jika kita mengurusi urusan Tuhan, maka Tuhan akan ikut mengurusi urusan kita... Saya yakin itu.

Opa-nya Ronny mengurusi urusan Tuhan; dan Tuhan pun ikut mengurusi urusan keturunan Opa-nya Ronny.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline