Lihat ke Halaman Asli

gurujiwa NUSANTARA

pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

Belajar Rendah Hati Pada Filosofi Payung Sandi

Diperbarui: 6 April 2021   16:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(istimewa) 

Payung kertas payung emas
Disongsong raja diraja jadi lemas
Meski pandemi masih bikin gemas
Selembar payung  mengusir was was

Ada peristiwa langka dan unik, ketika seorang menteri datang terlebih dahulu. Sementara Gubernur datang terlambat 15 menit di acara resmi.  Bukannya disemprot,  dimarahi gaya keturunan raja dulu memarahi hamba sahaya. Justru disambut senyum ramah maklum. Bahkan spontan begitu saja, Ganjar Pranowo disongsong payung oleh Sandiaga Uno. Saat peresmian Desa Wisata Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah pada Kamis (1/4/2021).mengejutkan.

Dunia jadi terbolak balik. Siapa bos,  siapa pelayan jadi sajian elok yang bisa dicermati publik. Apa yang dilakukan Sandiaga Uno amat mendalam, hal ini menunjukkan kerendahan hatinya dalam melayani publik.menggugah kebekuan pariwisata Indonesia lewat konsep contoh Desa Wisata di Lerep.

Ada aura positif,  optimisme yang muncul, bila seorang Menteri saja berkenan melayani 'hamba sahaya-nya" yang kebetulan Gubernur.  Seharusnya tindakan spontan,  rendah hati ini menjadi contoh bagi semua pemangku kepentingan pariwisata tanpa terkecuali. Bila semua ujung tombak pelaku wisata minat khusus tergerak memberi klyanan terbaik. ,  maka pariwisata negeri ini akan pulih bangkit dengan spontan dan serta merta.

Dalam filosofi jawa  payung disebut songsong dan bentuk payung serta warnanya menunjukkan status sosial. Orang orang kaya di masa lalu punya hamba sahaya yang memayungi dirinya. Kemanapun,  baik dalam hujan dan panas. Kecuali di sekitar lingkungan keraton,  mereka tidak berhak sama sekali menggunakan payung.  Di sekitar keraton, payung sebagai simbol kejayaan mereka hilang,  kalah dengan pamor lingkungan raja. .

Mereka yang memiliki kebebasan dipayungi,  atau di-songsong hamba sahayanya, keluar masuk. Keraton adalah turunan keraton. Songsong biasa digunakan sebagai bahasa sehari-hari di keraton, jika sedang berbicara dengan raja atau orang yang lebih tinggi derajatnya. Jika lawan bicara kita merupakan teman sebaya baik menggunakan payung saja.

Songsong di sini memiliki fungsi sebagai penanda kelas sosial. biasanya, hanya raja yang memiliki songong jenis gubeng, bawat, dan agung. Bisa dari susunan payungnya yang bisa tiga susun.  Pemilik songsong tersebut berhak dihormati tidak berbatas ruang dan waktu.

Sedangkan untuk seorang pangeran, jenis yang dimilikinya biasanya berupa songsong gilap. Sama seperti perlakuan terhadap raja, pangeran pemilik songsong ini juga dihormati. Selain raja dan pangeran, tidak ada yang memiliki songsong ini dan adat memang tidak mengizinkannya kecuali memang memiliki status yang tinggi.

Warna Cat dan Strip Menjadi Pembeda yang Mencolok

Bagaimana cara membedakan kelas bangsawan yang memiliki songsong?. Tinggal melirik warna cat dan stripnya saja. Bambang Sularto sama dalam buku berjudul “Upacara Labuhan Kesultanan Yogyakarta” bahwa setiap keturunan raja pasti memiliki bentuk songong yang sama, namun bisa dibedakan lewat warna cat dan streepnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline