Lihat ke Halaman Asli

Azizah Nur Azhari

as a student | communication `20

Shopaholic, Hanya Sekadar Hobi Belanja atau Persoalan Mental?

Diperbarui: 27 Juni 2021   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang yang kecanduan berbelanja alias shopaholic. Sumber: Pixabay via Kompas.com

Pada era digital seperti ini, keinginan belanja dapat muncul dari mana saja, termasuk saat berada di dalam rumah. Terutama pada masa pandemi ini, beberapa orang mungkin akan memilih menghabiskan waktu luangnya hanya dengan berbelanja secara online.

Tidak bisa dipungkiri, kecanduan dalam berbelanja ini memang sudah umum terjadi, banyak orang menganggap kecanduan ini hanyalah hal biasa. Namun, bila tetap dibiarkan saja akan menimbulkan beberapa masalah dalam kehidupan penderitanya, baik secara ekonomi maupun sosial.

Apa itu shopaholic?

Shopaholic sebenarnya berasal dari kata shop yang berarti belanja dan aholic yang memiliki arti suatu ketergantungan yang disadari ataupun tidak.

Kecanduan dalam berbelanja atau yang biasa dikenal dengan istilah shopaholic merupakan salah satu tanda gangguan kontrol implus dalam membeli sesuatu. Shopaholic menyerang kejiwaan penderitannya, sehingga membuat mereka tergoda untuk terus berbelanja. Kondisi ini adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak lagi mampu mengontrol untuk menahan keinginanya dalam berbelanja, meskipun sebenarnya barang-barang yang dibeli tidak dibutuhkan.  

Shopaholic digolongkan sebagai penyimpangan obsesif kompulsif, sehingga kondisi ini termasuk dalam gangguan mental yang muncul pada awal abad ke-20. Sampai saat ini, penderita kecanduan berbelanja semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi untuk berbelanja online di dunia.  

Orang-orang mengalami gangguan ini akan menjadikan belanja sebagai cara utama untuk mendapatkan kepuasan dan kebahagiaan, walaupun kesenangannya hanya sementara. Dalam beberapa kasus, kecanduan dalam berbelanja ini bisa berdampak buruk yang mengakibatkan penderitanya terjerat dalam lilitan utang-piutang.

Bahkan yang lebih mengerikan lagi, beberapa penderita shopaholic rela melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma agama, norma budaya dan norma negara. Contohnya, seperti melakukan berbagai tindakan kriminal, penipuan, sampai rela menjual diri sendiri hanya untuk memenuhi hasrat berbelanja.

sumber gambar: shutterstock.com

Gangguan shopaholic sering kali dialami bersamaan dengan gangguan mental lainnya, seperti depresi, kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), atau binge eating disorder (BED).

Sayangnya, tidak banyak orang yang mengetahui tanda dan cara mengatasi shopaholic. Bukan berarti semua orang yang suka berbelanja atau pergi ke mall dapat dikatakan shopaholic. Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan kejiwaan ini apabila menunjukkan gejala-gejala, seperti:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline