Lihat ke Halaman Asli

Ayu Dahlia Latifah Rohman

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Haruskah Ada Cancel Culture dalam Dunia Entertaiment Indonesia

Diperbarui: 30 Mei 2022   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Teknologi yang semakin hari semakin berkembang tentunya tak luput dari adanya era globalisasi dan digitalisasi. Karena kemajuan teknologi ini masyarakat tidak perlu bersusah payah membeli koran untuk mengetahui apa saja hal yang terjadi di Indonesia. Informasi lebih mudah diakses dimanapun dan kapanpun melalui media sosial.

Beberapa tahun terakhir ini pengguna media sosial sering membahas tentang Cancel Culture. Salah satu tenaga pendidik di Universitas Gadjah Mada sekaligus psikolog, Koentjoro berpendapat bahwa Cancel Culture sama saja dengan boikot. Semakin berkembangnya teknologi internet, Cancel Culture ini marak dilakukan di internet terutama pada situs Twitter dan TikTok. Misalnya pengguna platform Twitter yang dapat melakukan Cancel Culture dengan mudah karena adanya berita yang mudah tersebar di platform tersebut. Nah apakah Cancel Culture ini harus diterapkan dalam dunia Entertainment Indonesia? 

Di Indonesia banyak sekali selebriti yang terjerat skandal, namun skandal tersebut malah membuat mereka sering diundang di stasiun televisi. Berbeda dengan Korea Selatan yang Cancel Culture-nya bisa dibilang masif dan agresif.

Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa banyak artis Indonesia yang terkena skandal namun masih sering ‘berkeliaran’ di acara televisi. Hal ini terjadi karena masyarakat umum Indonesia yang masih tidak mengenal apa itu Cancel Culture. Contohnya adalah kasus yang dialami salah satu artis Indonesia yang berinisial SJ. 

Seperti yang kita ketahui bahwa artis tersebut terlibat kasus pelecehan seksual dan telah mendapat hukuman 8 tahun penjara. Setelah bebas dari penjara SJ sering sekali muncul di acara televisi Indonesia. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada mental korban. Padahal skandal yang menjerat SJ bukanlah skandal kecil yang bisa dilupakan begitu saja, dengan mengundang pelaku pelecehan seksual di acara televisi, hal tersebut pasti akan mempengaruhi pola pikir masyarakat jika pelecehan seksual adalah hal yang biasa dan tidak perlu diambil pusing. 

Bandingkan saja dengan selebriti dari Korea Selatan yang tersandung kasus pelecehan seksual. Setelah berita tentang selebriti tersebut tersebar bukan hanya hujatan saja yang di terima, namun segala sesuatu yang berhubungan dengan selebriti tersebut akan tenggelam dan hilang. Bahkan iklan yang dibintangi selebriti tersebut akan dihapus.

Maka dari itu seharusnya Cancel Culture ada dalam dunia Entertainment Indonesia. Caranya adalah dengan tidak mengundang artis problematic di acara televisi apapun itu alasannya. Public figure adalah sosok yang memiliki banyak fans karena itulah  bisa saja sifat dan tingkah laku seorang public figure dijadikan panutan oleh penggemarnya. 

Daripada mengundang selebriti yang terjerat kasus-kasus tidak senonoh seperti pelecehan seksual dan sebagainya, alangkah baiknya jika acara televisi di Indonesia mengundang tokoh-tokoh inspiratif ataupun anak bangsa yang memiliki prestasi dan karya luar biasa. Dengan begitu masyarakat dan generasi muda dapat terinspirasi sehingga membuat mereka lebih bersemangat untuk memajukan negeri ini.

Jadi bagaimana opini anda tentang Cancel Culture ini? Apakah Cancel Culture harus ada dalam dunia Entertainment Indonesia?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline