Kiranya kebajikan yang dilakukan seseorang semasa hidupnya, akan berbuah manis dan menjadi pelajaran bagi siapapun.
12 Maret 2019 adalah hari duka cita untuk kami sekeluarga. Ibu yang kami cintai, kembali ke haribaan Illahi Robbi, setelah selama dua tahun berjuang melawan sakitnya.
Tiga tahun sudah. Rasa sepi sering datang melanda. Sejak ibu tiada, momen seperti Idulfitri dan hari ulang tahun masing-masing kami, melambungkan rindu yang bertalu.
Demikianlah kasih seorang ibu bagi keluarganya, menembus batas kematian itu sendiri. Ibu masih terus hidup dalam sanubari anak-anak dan suaminya, abah kami.
Saudari ibu datang berkunjung
Ada yang berkecamuk dalam benak, ketika saya mendapat kabar via perpesanan. Senang sekaligus terharu, dua saudari ibu segera tiba dari tanah Jawa untuk berziarah kubur.
Empat puluh dua tahun lamanya, ibu mengikuti takdirnya membina hidup bersama suami dan kedua anaknya di Kalimantan. Pertemuan dengan orang tua dan saudari ibu menjadi amat berharga, dan bisa dihitung dengan jari saja.
Jarak yang cukup jauh dari kabupaten Kediri, Jawa Timur, harus ditempuh melalui perjalanan darat menuju Surabaya. Lalu dilanjutkan dengan pesawat terbang ke bandara Sepinggan Balikpapan. Kemudian (sekarang) melalui jalan tol sampai akhirnya tiba di Samarinda.
Menjalani hidup dengan meninggalkan kampung halaman, sepertinya sudah menjadi takdir dari Sang Kuasa.
Dulu ibu hanyalah gadis desa nan sederhana. Kemudian di masa depan ibu menjadi pedagang yang ramah dan mempunyai pergaulan luas.
Apa itu kebajikan?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneaia (KBBI) kebajikan adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan (keselamatan, keberuntungan, dan sebagainya).
Perubahan itu pasti, kebajikan harga mati. Kata orang, perbuatan baik akan menyelamatkanmu selama berada di rantau. Tidak bisa tidak, seseorang yang memikirkan kebahagiaan di dunia dan bahkan kebahagiaan di hari akhir, harus berbuat kebajikan.