Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Komputer dalam Mimpiku

Diperbarui: 23 Maret 2023   18:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.identiv.com/resources/articles/todays-medical-developments-machine-learning-and-artificial-intelligence--what-is-real-right-now-and-what-i

Perkenalkan, aku seorang profesor filsafat dengan gelar master  dalam linguistik. Aku punya satu tugas saat ini, yaitu membedakan manusia dengan komputer.

Aku dibawa ke ruangan berdinding putih dengan meja dan kursi yang nyaman.

Aku membuka tas kulitku, tapi alih-alih menarik laptop, aku mengeluarkan buku catatan.

Di seberang terjauh meja, ada dua kotak putih. Seorang pria menarik layar kecil yang menampilkan kisi-kisi yang mencegahku melihat ke dalam setiap kotak. Namun, aku tahu, satu berisi komputer dan satunya manusia. Siapa pun yang aku pilih sebagai bukan manusia akan dihancurkan. Ini membuatku tersenyum. Mereka hanya akan menghancurkan komputer. Tes Kecerdasan Buatan soal gampang.

Aku mulai dengan mengajukan pertanyaan dasar. Satu kotak memiliki suara seorang wanita dengan daya tarik yang menggairahkan. Yang lainnya juga bersuara perempuan, hanya saja suaranya lebih keras dan kurang menggoda.

Kedua kotak itu bisa mengingat kenangan masa kecil. Keduanya bisa menyebutkan buku favorit dan mengutipnya. Keduanya bisa mengidentifikasi mainan favorit. Tidak ada yang bisa mengingat apa yang terjadi pada mainan itu. Keduanya bisa mengingat ciuman pertama mereka. Suara perempuan yang keras terdengar ragu-ragu dan apa yang dia bacakan mirip dengan film Titanic. Ini membuatku meringis. Aku memberi tanda centang di slot AI. Yang lain dapat mengingat danau musim panas, bibir cowok, dan bau minuman kaleng bersoda.

Aku terpesona oleh cara dia menceritakannya kembali. Suaranya cukup menggoda. Kedengarannya akrab.

"Sekarang, mari kita bicara tentang spiritualitas. Kotak A ceritakan pendapatmu."

"Aku tidak punya pendapat. Aku seorang ateis. Dibesarkan di lingkungan yang religius sebagai seorang anak. Aku tidak pernah peduli pada Tuhan mana pun." Dia tertawa. "Aku tidak butuh agama. Saat aku mati, energi di otakku akan menjadi foton."

"Tentunya, kamu telah merenungkan ketidakterbatasan, kehidupan, tempat kita di jagat raya---"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline