Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Legenda Sang Perusak (Bab 53)

Diperbarui: 9 November 2022   15:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

Jantung Kuntum berdebar tak menentu, berlutut di depan Awang, menatap matanya. Mata itu memancarkan ketakutan, menatap ngeri melebihi dari yang pernah dia bayangkan, terutama pada suaminya.

"Awang ! Awang sayang. Apa yang kamu lihat? Kamu harus memberitahuku. Aku ingin tahu."

Masih tidak dapat berbicara, Awang menatap tanah menghindari mata istrinya. Dia tidak suka ada orang yang melihatnya menangis, terutama Kuntum. Tidak mungkin dia bisa menghindarinya. Dia telah melihat apa yang dia lihat, dan itu sudah cukup untuk membuat siapa pun menangis. Mimpinya telah menjadi kenyataan, dan tidak mungkin dia bisa menghindarinya dengan bangun. Dia sudah bangun...

"Remas lenganku."

Dia mengatakan itu adalah kata-kata pertama yang bisa dia keluarkan.

"Apa, Wang?"

"Pegang lenganku!"

Meraih lengannya, Kuntum meremasnya. Ringan pada awalnya, tetapi Awang memaksanya meremas lebih keras dan lebih keras sampai tangannya kram dan dia harus melepaskannya.

Apa yang merasukinya? pikir Kuntum.

"Aku sadar." Awang berkata saat aura memudar. "Ini adalah mimpi buruk terburuk yang pernah kualami, dan aku sadar ketika aku mengalaminya.... Kita harus pergi dari sini, Kuntum. Kita harus pulang. Aku tidak merasa aman lagi di sini."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline