Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Penyihir Kota Kembang: VIII. Rencana (Part 2)

Diperbarui: 22 Oktober 2022   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pri. Ikhwanul Halim

"Bedil Onyx," kata perempuan itu dengan suara pelan tapi terdengar jernih. Cara dia berbicara dengan aksen yang bercampur aduk. Burako tidak suka itu karena kedengarannya eksotik. Dan eksotik biasanya berarti masalah.

"Senjata yang tidak perlu diisi ulang, senjata yang tidak pernah meleset dari sasarannya. Senjata yang hanya layak untuk pemegang yang layak."

Burako menyipitkan mata padanya. "Apakah kau ... kau mencoba menghinaku, perempuan jalang?"

Penyihir itu tertawa mendengarnya, tawa yang sangat panjang dan dingin. Dia menurunkan Oloan sambil tetap tertawa dan memegangi perutnya. Kemudian dia berhenti tersenyum, dan Burako berharap dia tidak pernah tersenyum.

Perempuan itu menjentikkan jari-jarinya, dan percikan api biru terbang dari tangannya ke Burako, mengangkatnya ke udara dan membuat tubuh preman itu kelojotan bagai disetrum listrik tegangan tinggi. Dia menjerit kesakitan.

Kei mengulurkan tangan untuk membantu tetapi kemudian sadar bahwa tak ada yang bisa dia lakukan.

Burako jatuh ke tanah sambil merintih. Tubuhnya berasap dan pakaian hangus terbakar.

"Kamu masih ingin mencobanya lagi?" perempuan itu bertanya. "Aku suka dihina oleh laki-laki, jadi ada alasan untukku menjadi ... jahat."

Burako sama sekali tak punya sisa tenaga, tapi dia memaksakan kepalanya untuk menggeleng. Tidak, dia tidak ingin mencobanya lagi.

"Namaku Citraloka," kata wanita itu. "Aku datang ke sini karena aku ingin meminta bantuan kalian."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline