Lihat ke Halaman Asli

Ikhwanul Halim

TERVERIFIKASI

Penyair Majenun

Rekayasa Genetika: Kemajuan Ilmu Pengetahuan atau Perjanjian dengan Setan?

Diperbarui: 25 Oktober 2015   01:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: theguardian.com

Ketika membaca berita Jokowi Panen Padi Buatan IPB, Ini Keunggulannya, yang pertama saya lakukan adalah mengucapkan selamat (meskipun hanya dalam hati) kepada tim IPB yang menciptakan varietas tanaman padi tersebut. Saat mencari deskripsi tentang produk tersebut, saya menemukan bahwa juga telah diproduksi varietas unggulan tebu dan padi toleran terhadap logam dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika.

Rekayasa genetika berupa transformasi genetika dengan pemaparan sel-sel tertentu sehingga menghasilkan tanaman padi unggul yang lebih tahan hama dan penyakit, bulir lebih banyak, membutuhkan air dan pupuk lebih sedikit, dan masa panen yang lebih singkat. Pada saat iklim global tak menentu, lahan pertanian semakin terbatas dan minat masyarakat untuk bertani makin berkurang, ancaman bencana kelaparan; ini merupakan berita gembira yang layak disyukuri.

Namun tak urung naluri ilmuwan amatir saya bertanya-tanya: apakah semua prosedur pengujian ilmiah baku sudah dilakukan terhadap bibit padi hasil rekayasa tersebut sebelum dilepaskan ke lahan petani besar-besaran? Belum ada Undang-undang atau peraturan khusus menyangkut produk rekayasa genetika (PRG) atau lebih dikenal dengan istilah genetically modified engineering (GMO) . Sebuah pengecualian minor pada Pasal 1 ayat 33 dan 34 UU No.18 Tahun 2012. Ayat 33 berbunyi, “Rekayasa Genetika Pangan adalah suatu proses yang melibatkan pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati ke jenis hayati lain yang berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul”. Seterusnya, bunyi pada Ayat 34, “Pangan PRG adalah pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan Pangan, dan/atau bahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika”. Bahkan, sejumlah LSM mengajukan Uji Materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Dengan tidak adanya regulasi yang mengatur hal-hal terkait PRG, dikhawatirkan akan terjadi bencana bagi ekosistem. Belum lagi ketidakjelasan tentang aman atau tidaknya PRG untuk dikonsumsi baik oleh hewan atau manusia. 

Terminologi

Rekayasa Genetika (Genetic Engineering) pertama kali muncul dalam sebuah artikel berjudul Selection and Eugenics dalam majalah Science, Vol 110, edisi 26 Agustus 1949.

Genetika manusia mengenai kita sendiri dan juga generasi mendatang. Konseling genetik umumnya ditujukan untuk menangani problema individu, tetapi implikasi sosial yang disebabkan saran tertentu belum bisa diabaikan. Pemikiran eugenic (perbaikan gen)  selalu menekankan kesejahteraan umat manusia, meskipun banyak konseling eugenic didasarkan pada pengetahuan yang tidak memadai dan beresiko. Di masa depan lebih banyak pengetahuan akan diperoleh dan akan membantu perencanaan dengan bijak. Selanjutnya konseling genetik dan eugenic akan menjadi dasar dari rekayasa genetika manusia.

Rekayasa genetika yang dimaksud di sini baru pada tahap seleksi untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik, belum sampai pada tingkat manipulasi DNA. Genetik dan eugenic sendiri sudah menjadi topic yang panas sejak satu dekade sebelumnya. 

Mimpi Buruk Rekayasa Genetika

Seperti biasa, penggunaan terminologi Rekayasa Genetika seperti pemahaman sekarang pertama kali muncul dalam kisah fiksi ilmiah, dalam novel tahun 1951 berjudul Dragon’s Island karya Jack Williamson.

Sejak saat itu itu, cakrawala imajinasi manusia yang nyaris tanpa batas seakan membuka kotak Pandora dengan kisah-kisah tentang rekayasa genetika, didominasi dengan ketakutan akan bencana yang ditimbulkan oleh teknologi biomolekuler ini. Jika sebelumnya cerita-cerita monster seperti Godzilla, King Kong, vampire, zombie dan dinosaurus lahir dari mimpi buruk. Sekarang mereka merupakan hasil eksperimen yang berakibat fatal. Bahkan fiksi ilmiah dengan visi utopia seperti Star Trek melahirkan kisah Eugenics War, tentang tirani yang bermain-main dengan genetika  manusia untuk menguasai alam semesta. Nyaris tak terhitung jumlah fiksi yang berkaitan dengan Rekayasa Genetika.

Tapi yang paling membekas bagi saya adalah novel terakhir Michael Crighton sebelum meninggal, yang berjudul Next, pertama terbit tahun 2006. Karena novel ini tidak mengisahkan tentang masa depan, tapi MASA KINI. Isinya sebagian adalah data dan fakta tentang apa yang sudah dan sedang terjadi dalam bidang Rekayasa Genetika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline