Lihat ke Halaman Asli

Hasto Suprayogo

Hasto Suprayogo

Ngerinya Epidemi Kesepian di Inggris

Diperbarui: 9 Januari 2019   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Epidemi Kesepian di Inggris (HastoSuprayogo.com)

"The greatest suffering is being lonely, feeling unloved, just having no one," ujar Mother Teresa berpetuah. Kesepian adalah penderitaan terberat, bukan kemiskinan atau kelaparan.

Menurut laporan the Office for National Statistics, sebagaimana dikutip majalah The Economist, Inggris memuncaki negara dengan penduduk paling kesepian se-Eropa.

Tak kurang 7,7 juta dari total 66 juta penduduk Inggris hidup sendiri. Mereka yang berusia 45-64 tahun yang hidup sendirian terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara tak kurang dari 17 juta warga usia dewasa Inggris mengaku tidak mempunyai hubungan dengan orang lain maupun keluarga.

Jika dikaitkan dengan tren meningkatnya masalah mental di sini, nampak korelasi antar keduanya. Laporan the Adult Psychiatric Morbidity Survey (APMS) dari Mental Health Foundation tahun 2016 menyebut 1 dari 6 orang berusia di atas 16 tahun yang disurvei mengalami masalah mental. Hampir separuh (43,6%) warga dewasa mengaku pernah didiagnosis mengalami masalah mental dalam hidupnya.

Sejauh pengalaman saya bergaul dengan warga lokal, sedikit banyak saya bisa memahami kenapa ada tren kesepian macam ini. Salah satunya adalah individualisme, kemandirian dan lunturnya arti penting kekuarga.

Bagi banyak warga sini, individualisme adalah nilai utama, bahkan bisa dibilang utama. Kedirian amat dihargai dan dipegang teguh. Penghargaan setiap individu sebagai sosok mandiri ditanamkan jauh sejak usia dini. Bagaimana orang tua menanamkan dan menurtur independensi anak dari balita, penguatannya di sekolah dan praksisnya di ruang publik amat kental.

Anak diajar untuk bersikap dan bertindak mandiri sejak dini. Dan apresiasi diberikan kepada mereka yang mampu menampilkan kualitas kedirian dus kemandirian sedari kecil.

Bagus bukan?

Ya pastinya bagus untuk perkembangan individu bersangkutan dan kompetisi antar mereka di dunia pendidikan maupun kerja. Namun kecenderungan macam ini menyisakan sisi muram juga.

Mari saya ceritakan sedikit.

Beberapa kenalan saya warga lokal menyebut mereka ke luar rumah, literally ke luar dari rumah orang tuanya di usia yang sangat muda. Ada yang menyebut 16 tahun ada yang sedikit lebih telat. Tak sedikit yang memilih ke luar atas inisiatif sendiri karena ingin hidup mandiri. Namun tak sedikit yang dipaksa ke luar rumah oleh orang tuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline