Modernisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses perubahan yaitu dari keadaan tradisional menuju masyarakat yang makin maju atau masa kini. Menurut Harun Nasution, modernisasi dalam perspektif barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha untuk mengubah paham, adat, dan institusi lama untuk disesuaikan dengan suasana baru hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Modernisasi pendidikan Islam di Mesir dikuasai oleh pemerintah. Dengan kata lain, negara merupakan faktor penting modernisasi pendidikan Mesir. Dengan demikian, modernisasi pendidikan berasal dari atas dengan latar belakang kepentingan politik dan sosial sebagai sesuatu yang dominan. Awal mula pendidikan modernisasi di Mesir pada awal abad ke-19 oleh Muhammad Ali Pasha yang menguasai Mesir secara independen antara 1805-1848.
Muhammad Ali Pasha serta ikut mendobrak revolusi untuk meraih suatu kejayaan Mesir yang usai menghadapi kemunduran dengan menggunakan skema Napoleon Bonaparte juga skema orang-orang Barat dalam mengusahakan kejayaan. Dalam proses melangsungkan revolusi Mesir mengarah kajayaan, ia juga membuat inovasi atas pendidikan bertepatan sebagai usaha dalam bertahan kedudukannya.
Selain itu, ia melakukan pembangunan beragam macam sekolah dengan menerapkan sistem pendidikan dan pengajaran sekolah yang berlaku di Barat. Muhammad Ali juga mengadakan student exchange ke Perancis, Italia, Inggris, dan Australia dengan tujuan untuk mereka memajukan ilmu-ilmu yang mereka tekuni dari negara tersebut. Selanjutnya dapat menerapkan di Mesir juga untuk mendalami bahasanya serta metode penerjemahaannya.
Usaha Muhammad Ali dalam proses memulihkan masa kejayaan Mesir dengan menggunakan cara mengambil langkah memulihkan supremasi pengetahuan, ialah langkah yang sangat benar supaya membangunkan rasa semangat masyarakat Mesir dalam meraih kejayaan modernisasi juga kemajuan.
Muhammad Ali Pasha melakukan usaha dalam rangka memulihkan supremasi pengetahuan, yakni melingkupi menjadikan sistem dan model pendidikan sekolah yang bersumber dari Barat, mendatangkan guru juga tenaga ahli yang bersumber dari Barat, teruntuk tenaga juga guru yang berasal dari Perancis, melaksanakan student exchange ke Barat, selain itu melancarkan perluasan juga pertumbuhan atas meliputi wilayah-wilayah pendidikan, teruntuk serta wilayah-wilayah yang tidak tersentuh, selanjutnya melaksanakan gerakan penerjemahan buku Eropa yang memuat ilmu-ilmu modern ke dalam Bahasa Arab, serta menciptakan kurikulum dengan mencakupi bidang studi umum, sebagaimana ilmu bahasa, ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, matematika, serta ilmu pengetahuan keterampilan dan bidang studi agama yang dilaksanakan secara berbarengan.
Strategi-strategi yang sudah dilaksanakan oleh Muhammad Ali Pasha dalam meraih masa kejayaan Mesir bukan hanya terhenti sampai beliau meninggal, tetapi usaha melakukan modernisasi tersebut tetap disambung oleh tokoh yang populer sebagai pembaharu pendidikan Mesir seperti seperti Rifat al-Tahtawi, Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, serta Rasyid Ridha.
Maka dari itu, hasil dari usaha tersebut dapat menghasilkan wajah-wajah baru yang dapat membantu pengaruh kepada seluruh gerakan modernisasi yang ada di dunia teruntuk kepada dunia Islam.
Maka dari itu, Muhammad Ali Pasha kedudukannya menjadi The Founder of Modern Egypt yang memilki arti yaitu Bapak Pembaruan Mesir Modern. Adapun membangun departemen pendidikan, serta mengajak beberapa pendidik dari Perancis dan pertukaran pemuda cerdas Mesir ke Eropa. Ini juga memberikan peluang bagi Rifa’ah Al-Tahtawi untuk melengkapi modernisasi di Mesir dengan bertujuan mensterilkan kejayaan Muslim.
Rifa’ah Al-Tahtawi ialah seorang intelektual sejak masih menjadi mahasiswa di luar negeri menjadi aktivis modernisasi dan hidup berada ada di dua dunia yang berdampak sebagai akibat dari usaha pembaratan. Al-Tahtawi juga menghabiskan waktunya untuk mengabdikan diri di bidang pendidikan.
Al-Tahtawi biasa mengutarakan ide-idenya yang berkaitan dengan pendidikan dalam karya tulisnya. Bagi Al-Tahtawi pendidikan, harus berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan yang membutuhkannya. Namun, hubungan dengan para penguasa pada masa hidupnya menjadikan Al-Tahtawi tidak lagi menjadi bebas dalam mengutarakan idenya.