Lihat ke Halaman Asli

Sang Pencabut Nyawa

Diperbarui: 4 Juli 2016   20:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: indiedb.com

Aku sudah tak mengingat lagi berapa banyak nyawa yang kulayangkan demi kesenanganku. Tapi kau jangan salah sangka. Aku melakukan kesenangan ini pada orang-orang jahat. Orang yang seenak hati mengambil hak milik orang lain. Orang yang menyebarkan fitnah dan gosip yang menyebabkan pertengkaran. Orang yang menelan segala miliar lembar rupiah dalam perut buncit mereka. Orang yang melampiaskan nafsu berahi secara membabi buta. Dan masih banyak lagi.

***

Aku bukanlah bagian dari organisasi terselubung di bawah kegelapan. Bukan juga anjing suruhan para eksekutif berkantong tebal. Aku bergerak atas keinginanku sendiri. Aku memegang teguh prinsip yang kuyakini begitu tangisanku menggema di telinga kedua orang tuaku—Jika Tuhan dan dunia fana tidak memberikan hukuman setimpal bagi orang-orang jahat, aku akan melakukan pembalasan setimpal untuk mereka.Tapi, apalagi balasan setimpal untuk mereka kalau bukan kematian. Kematian orang jahat akan mengantarkan roh mereka langsung ke pangkuan iblis-iblis neraka. Neraka yang akan jadi tempat peristirahatan abadi bagi manusia sesat moral dan sesat mental.

Menyesal? Tentu saja tidak. Aku tidak menyesal dengan apa yang kuperbuat. Ini adalah suatu prestasi yang membanggakan. Mungkin Dewan Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa harus memberiku nobel penghargaan dengan kategori pembasmi kejahatan terbanyak dan terbaik di dunia. Sungguh penghormatan mulia jika mereka memperkenankan nobel itu padaku.

Kau tidak percaya kalau aku sudah membunuh banyak orang jahat? Baiklah. Akan kuceritakan beberapa kisahku. Jika kau bosan, kau bisa mendamprat dengan sejuta sumpah serapah mengutuk perbuatanku. Atau, menutup kedua lubang telingamu rapat-rapat. Atau, memilih melenyapkanku, silakan saja. Tapi aku mau bercerita sebelum waktu dan kesadaranku habis.

***

Aku menyesap kopi yang berada di genggamanku. Nikmat sekali. Batang tenggorokanku juga berkata demikian. Namun hati kecilku terusik. Bagaimana tidak terusik ketika ekor mataku melihat sekilas headline di sebuah koran nasional.

Sadis! Seorang Gadis Belia 14 Tahun Tewas Diperkosa Secara Brutal Oleh 14 Lelaki. Tujuh Pelaku Masih Berada Di Bawah Umur.

Manusia macam apa yang tega melakukan kegiatan senista itu?! Cuih! batinku benar-benar mengutuk. Aku benar-benar tidak habis pikir di mana otak mereka saat melakukan hal itu? Apakah kenikmatan semu menang telak kala nurani kecil memberontak tak karuan? Ini tidak bisa dibiarkan. Mereka harus dilenyapkan bersama-sama dengan dosa mereka.

Setelah aku membayar kopi yang kuminum, aku bertanya pada seorang lelaki paruh baya yang diduga pemilik kedai kopi ini.

“Maaf bolehkah saya bertanya satu hal pada Bapak?”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline