Lihat ke Halaman Asli

Ruang Publik 2.0 untuk Perkotaan Yogyakarta

Diperbarui: 30 September 2015   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Permasalahan ruang publik adalah khas perkotaan. Sebagai seorang yang tinggal di sebuah desa di Bantul, saya tidak pernah merasakan kekurangan ruang publik. Kami memiliki lapangan untuk bermain voli atau sepak bola. Kami bisa duduk-duduk di pinggir jalan tanpa perlu terganggu asap dan bising kendaraan. Berolah raga di tengah hari sekalipun, Anda tidak perlu takut terserempet mobil saat menyusuri jalanan di dusun kami.

Tentunya “kemewahan” tersebut sulit dirasakan oleh warga yang tinggal di perkotaan. Tidak perlu terlalu jauh, saya akan mengambil contoh area perkotaan Yogyakarta yang merupakan kota besar terdekat dari tempat tinggal saya. Kota Yogyakarta tidak memiliki luasan yang besar dibandingkan ibu kota provinsi lain seperti Bandung, Surabaya, atau Medan. Tidak heran, kegiatan yang bersifat perkotaan melebar hingga melebihi batas administratifnya. Adanya kampus-kampus besar yang sebenarnya lebih banyak berada di wilayah Sleman, juga pertumbuhan kawasan komersial seperti Jalan Magelang dan Jalan Laksa Adi Sucipto, menjadi salah satu faktor yang membuat kabur batas-batas administratif tersebut. Kawasan perkotaan inilah yang dikenal sebagai Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta yang dalam tulisan ini akan saya sebut sebagai Perkotaan Yogyakarta.(1)

Persebaran Ruang Publik di Perkotaan Yogyakarta

UN Habitat mendefinisikan ruang publik (public space) sebagai tempat-tempat yang bisa diakses dan bisa dinikmati oleh semua orang tanpa adanya motif mencari keuntungan dan bisa mewujud dalam berbagai bentuk ruang termasuk pertamanan, jalan, trotoar, pasar, dan tempat bermain.(2)

Perlu sedikit disinggung di sini, ruang publik dan ruang terbuka hijau (RTH) adalah dua fungsi yang berbeda. RTH tidak selalu merupakan ruang publik, demikian juga sebaliknya. RTH menyangkut keberlanjutan ekologis kota, sedangkan ruang publik menyangkut aktivitas dan interaksi sosial warganya. Untuk efisiensi pemanfaatan lahan, memang keduanya bisa disatukan dalam satu lokasi seperti pertamanan.

Perkotaan Yogyakarta memiliki ruang-ruang publik yang tersebar di berbagai titik. Di pusat kota, mulai dari Tugu Jogja hingga alun-alun selatan, tersedia ruang-ruang yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja (termasuk para pelancong) untuk melakukan aktivitas publiknya. Kawasan ini adalah surga ruang publik yang selalu ramai selama 24 jam.

Sedikit menjauh dari pusat kota, di kawasan Timoho, terdapat balai kota yang menyediakan masjid dan lapangan yang bisa dimanfaatkan oleh warga. Tidak jauh dari situ, ada Stadion Mandala Krida yang merupakan lokasi surga olahraga di Kota Yogyakarta. Bisa dikatakan, ini adalah ruang publik yang paling mendekati sempurna di dalam wilayah administrasi Kota Yogyakarta. Fasilitas olah raga yang cukup lengkap, parkir yang telah diperbaiki sejak 2014, trotoar lebar yang bisa menampung pedagang tanpa mengganggu pejalan kaki membuat Mandala Krida menjadi lokasi favorit untuk berolah raga.

Di kawasan utara, UGM menawarkan area Grha Sabha Pramana, Masjid Kampus, dan area Lembah UGM dengan akses terbuka bagi siapa saja. Sama seperti Mandala Krida, tempat ini juga menjadi favorit untuk berolah raga maupun sebagai tempat komunitas-komunitas untuk berkumpul di sore hari.

Di beberapa titik lain juga telah tersedia ruang publik. Kawasan timur memiliki Jogja Expo Center dengan halaman luas yang juga dimanfaatkan untuk olah raga. Sementara di selatan, Pasar Aneka Satwa dan Tanaman Hias Yogyakarta (PASTY) serta Terminal Penumpang Yogyakarta (TPY) di Giwangan menyediakan ruang publik yang berpadu dengan fungsi lain. PASTY selain sebagai tempat jual beli peliharaan dan tanaman hias, juga bisa dinikmati selayaknya taman. Sementara TPY di Giwangan menawarkan taman di dalamnya, meski pemanfaatannya masih kurang.

Selain ruang-ruang publik yang bersifat massal seperti di atas, terdapat pula fasilitas kota yang bisa menjadi tempat publik yang nyaman, misalnya Perpustakaan Kota. Juga keberadaan lapangan-lapangan olah raga di kampung-kampung menjadi ruang publik dengan cakupan yang lebih sempit.

Tantangan Ruang Publik di Perkotaan Yogyakarta

Perkotaan Yogyakarta memiliki setidaknya tiga fungsi. Pertama, fungsi lokal, Perkotaan Yogyakarta melayani warga yang bertempat tinggal di dalamnya. Kedua, fungsi regional, Perkotaan Yogyakarta menjadi pusat ekonomi yang melayani Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Setiap harinya akan dijumpai arus komuter dari luar area perkotaan yang datang untuk mencari penghidupan di Perkotaan Yogyakarta. Ketiga, fungsi nasional, sebagai daerah tujuan wisata dan juga daerah tujuan pendidikan, Perkotaan Yogyakarta didatangi oleh pendatang dari berbagai provinsi di Indonesia, bahkan juga dari luar negeri.

Ketiga fungsi tersebut memberikan tantangan masing-masing bagi ketercukupan ruang publik di Perkotaan Yogyakarta. Untuk fungsi lokal, tantangan yang dihadapi antara lain adalah sedikitnya ruang publik pada area-area yang tergolong padat seperti permukiman di sepanjang Sungai Code dan Sungai Gajah Wong. Tentunya permasalahan ini lebih rumit karena bersinggungan dengan aspek yang lebih luas, seperti legalitas, penyediaan perumahan layak, dan lainnya yang melampaui bahasan dalam tulisan ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline