Lihat ke Halaman Asli

Dimas Wibisono

Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Birokrasi Kita Semakin Komersil?

Diperbarui: 2 Januari 2022   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Baru-baru ini saya mengurus Surat Referensi Bank (Bank Reference) di salah satu bank nasional milik pemerintah untuk suatu keperluan dengan suatu instansi di negara lain. Saya terkejut ketika diberitahu oleh petugas bank bahwa saya harus membayar Rp150.000,- sebagai biaya penerbitan surat itu. Seingat saya, beberapa tahun sebelumnya, tidak ada biaya sama sekali untuk mengurus surat semacam itu.

Ingatan saya langsung melayang kembali ke peristiwa serupa beberapa tahun yang lalu di salah satu negara tetangga Indonesia. Waktu itu untuk mengurus legalisir fotokopi akte kelahiran anak di KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) disana saya harus membayar senilai Rp250.000,-, dan jumlah maksimum fotokopi yang akan disahkan sepuluh lembar. Sementara untuk prosesnya sendiri perlu waktu dua hari kerja.

Bagi saya informasi ini sangat mengherankan, sebab dua atau tiga tahun sebelumnya, untuk pengesahan fotokopi akte kelahiran seperti itu sama sekali tidak dipungut biaya alias gratis. Bahkan prosesnya sangat cepat, hanya 5 atau 10 menit, dan bisa ditunggu di depan loket layanan pada kantor KBRI yang sama. 

Bayangkan perbedaannya, antara gratis dan selesai dalam 10 menit, dengan biaya Rp250,000.- plus harus menunggu dua hari kerja, belum lagi soal waktu dan ongkos transportnya karena harus 'wira-wiri' seperti itu. Berarti kualitas layanan birokrasi kita mengalami kemunduran, bukan sebaliknya: kemajuan (lebih cepat dan lebih murah).

Pengalaman tidak mengenakkan tak berhenti sampai disitu saja. Seingat saya dulu sewaktu mengurus pembaruan paspor pada tahun 2008, prosesnya sangat cepat. 

Hanya setengah jam setelah saya menyerahkan kelengkapan berkas, paspor baru sudah di tangan. Pembaruan paspor selanjutnya pada tahun 2012, berkas diserahkan jam 10 pagi, paspor baru bisa diambil pada jam 3 sore (selesai dalam 5 jam), sementara biaya naik sedikit (kurang lebih 25%). 

Berikutnya, pada tahun 2016 di kantor KBRI yang sama juga, proses pembaruan paspor hanya bisa diselesaikan setelah 3 hari kerja. Secara konsisten ada kemunduran mutu layanaan dari segi waktu. Pada jenis layanan yang lain, bahkan disertai dengan kenaikan biaya pula.

Untunglah tidak seluruh birokrasi pada berbagai instansi yang lain menampilkan potret kemunduran mutu layanan semacam itu. Paling tidak ada satu instansi (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil) yang melawan arus: mutu layanan semakin tinggi (mudah, cepat dan tanpa biaya), dibandingkan dengan layanan beberapa tahun sebelumnya, yang pada setiap jenjang biasanya ada 'salam tempel' (dari RT/RW ke Kelurahan, Kecamatan, dan seterusnya). 

Saya sudah membuktikan sendiri. Sekarang ini saya bisa mengurus dokumen kependudukan (perubahan data pada kartu keluarga, pindah alamat, permohonan KTP baru, dan lain-lain), secara online, dengan dipandu oleh petugas melalui aplikasi whatsapp, tanpa dipungut biaya, dan bisa selesai pada hari yang sama. 

Betul-betul perubahan drastis yang sangat manis dan patut diacungi jempol. Saya berharap semangat perubahan ini segera menular ke instansi-instansi yang lain sehingga rakyat semakin puas dengan kinerja birokrasi di pemerintahan, menuju Indonesia Maju.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline