Lihat ke Halaman Asli

Arif Rahman

instagram : @studywithariffamily

Bukan karena Agama, Halal itu Kesempatan, Halal itu Pilihan

Diperbarui: 2 Januari 2018   22:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber foto: services.sportourism.id

Dalam 10 tahun terakhir, kehidupan muslim di Indonesia bergerak dinamis dan mengejutkan. Pasar muslim menggeliat dengan pesat, ditandai dengan maraknya industri hijab, kosmetik dan makanan halal, bank dan keuangan syariah dan sebagainya. Inilah pendapat dari Yuswohady, praktisi bidang pemasaran yang juga penulis buku yang berjudul Gen M (Generation Muslim). Dan seiring dengan hal itu pula, maka promising industries turut menarget pasar muslim yang kian lukratif, mulai dari hotel syariah, properti syariah, ZISKAF (zakat, infaq, sedekah, wakaf), hingga industri budaya berbasis Islam seperti buku inspirasi Islam, musik, sinetron atau film.

Dan diyakini, ini semua barulah sebuah awal.

Gimana tidak, laporan dari Mastercard-Halal Trip Muslim Millenial Travel Report 2017 (MMTR2017), mengungkapkan, pengaruh teknologi serta keinginan untuk berwisata keliling dunia merupakan salah satu faktor yang menambah peluang pertumbuhan pasar wisatawan muda-mudi muslim mencapai nilai US$ 100 miliar pada tahun 2025, sementara secara keseluruhan segmen perjalanan muslim diperkirakan akan mencapai US$ 300 miliar di tahun 2026. Dan seiring dengan pasar muslim milenial yang terus berkembang, maka pada tahun 2030, muslim diperkirakan akan berkontribusi sebesar 29 persen dari populasi global yang berusia 15-29 tahun.

Lain lagi dengan kajian dari Crescent Rating, yang memperkirakan lebih dari 30% wisatawan muslim pada tahun 2016 merupakan kaum milenial, dengan 30% lainnya merupakan Generasi Z, yakni kelompok demografis setelah kaum milenial. Dengan 121 juta pengunjung muslim internasional pada 2016, sebanyak lebih dari 72 juta wisatawan muslim merupakan generasi milenial ataupun Generasi Z. 

Berdasarkan penelitian tersebut, Arab Saudi, Malaysia dan Turki merupakan pasar perjalanan outbound terbesar bagi muslim milenial yang tergabung dalam Organization of Islamic Cooperation (OIC). Jerman, Rusia dan India berada di posisi tiga teratas untuk pasar perjalanan outbound bagi Muslim milenial di negara-negara non-OIC.

Lalu bagaimana dengan Indonesia, dengan jumlah penduduk 88% muslim, Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Hal ini merupakan peluang untuk menjadi nomor satu. Selain itu, bukan hanya dalam perjalanan wisata saja, Indonesia juga berpotensi dalam pengembangan ekonomi syariah. Apalagi Jakarta telah dicanangkan sebagai Pusat Ekonomi dan Keuangan Syariah Dunia.

Jika kita mengacu dengan kajian dari Yuswohady, khusus untuk populasi muslim muda di Indonesia (lahir antara tahun 1989 atau 1990 hingga sekitar tahun 2010), memiliki karakter unik, dimana mereka terpengaruh dari sejumlah peristiwa, seperti kondisi sosial politik di akhir kekuasaan Orde Baru, globalisasi gaya hidup, inovasi teknologi digital, kemajuan ekonomi yang pesat yang kemudian diikuti krisis yang dalam, juga ancaman terorisme global, mewarnai generasi tersebut.

Hal inilah yang menjadikan muslim muda Indonesia memiliki empat karakteristik yang unik, mereka religius dan taat pada kaidah-kaidah Islam. Kedua, mereka melihat Islam sebagai rahmatan lil alamin yang memberikan kebaikan universal (universal goodness) kepada seluruh umat manusia. Ketiga, mereka berpengetahuan, melek teknologi dan berwawasan global (moderen). Keempat, mereka makmur dengan daya beli tinggi (high buying power), dan memiliki jiwa memberi (zakat dan sedekah) yang tinggi.

Religius terlihat pada revolusi hijab, kepedulian akan makanan, minuman dan kosmetik halal, juga gerakan anti riba. Konsumsi diletakkan dalam kerangka ketaatan pada ajaran Islam. Sementara moderen, menggambarkan mereka sebagai generasi yang berpengetahuan, fasih dengan teknologi, memiliki nilai-nilai, gaya hidup dan produk global yang bisa mereka akses dengan mudah. Universal Goodness menunjukkan mereka berpandangan bahwa Islam adalah agama yang inklusif dan membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh dari luar. 

Tentu saja sejauh pengaruh tersebut tidak menyimpang dari kaidah-kaidah dasar Islam. Dan yang terakhir, High Buying Power, dimana mereka bukan hanya pintar dan berpengetahuan, tapi juga termasuk kelompok masyarakat kelas menengah yang sudah memiliki standar hidup (standard of living), memiliki aset finansial yang memadai seperti penghasilan tiap bulan, rumah, mobil dan barang-barang rumah tangga. Menariknya, mereka juga dikenal filantropis, semakin mereka kaya, semakin banyak mereka memberi.

Menerapkan halal di negeri plural

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline