Lihat ke Halaman Asli

Bledhek

____________

Semata Wayang yang Malang

Diperbarui: 16 Agustus 2022   11:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay.com

Pintu kamar dibanting. Orang-orang yang mendengar pasti akan merasa bahwa sesuatu telah terjadi. Nyatanya tidak terjadi apa-apa.

Seperti biasa, anak dan ibunya. Berdebat jadi hal biasa. Saling meninggikan suara lumrah menjadi hiasan telinga. Saling mencibir adalah lukisan megah di dinding-dinding kamar.

Hampir di semua ruang, tak terkecuali teras. Bangun tidur, kamar tidur adalah pembuka adegan. Sanjutnya dapur dan kamar mandi. Otak baru saja bekerja, isinya menurutnya biasa saja. Namun bagi orang lain, sungguh sangat tercela.

Betapa tidak! Surga ada di telapak kaki ibu, surga itu kini sedang diinjak-injaknya. Mulut manis jadi amis, mata jeli jadi ngeri, bibir tipis jadi lamis. Setiap gerakan selalu menyakitkan.

Apa yang terjadi?
Airmata telah kering karenanya, mewek dan menampar muka malu rasanya. Setiap detik seperti meminum air panas baru diangkat dari tungku api. Bayangkan siksa itu? Kita pasti mengira cerita ini hanyalah hayalan belaka. Rekayasa sang penulisnya.

Sungguh! Nyatanya ini tidak sama sekali. Di luar akal dan budi. Terjadi di mana-mana. Dari pintu satu ke pintu lainnya. Dari generasi satu ke generasi berikutnya.

Apa yang sedang terjadi?
Benar adanya, jika dikatakan bahwa saat seorang anak membentak ibunya maka arsy langit bergetar saking marahnya....
Entahlah. Ada yang percaya, tak sedikit yang mendustakannya.

Cerita berikut bukan tentang perilaku kasar anak pada ibunya. Cerita berikut bukan tentang larangan dan pertentangan perlakuannya. Debat-debat pembenaran atau menyalahkan. Ini murni tentang peristiwa yang terjadi setelahnya.

Sebutlah Mira (bukan nama sebenarnya), seorang ibu dengan putri tunggalnya. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba saja Dina (bukan nama sebenarnya) membentak dengan sangat garang pada ibunya.

Jika pertengkaran itu terjadi dalam rumah dan pada saat yang bersamaan ada orang lewat mendengarkan. Orang akan mengira Dina adalah ibu dari Mira. Seakan Dinalah yang melahirkan dan menyusui Mira. Dinalah yang tengah malam terbangun mendengar tangisan Mira popoknya basah minta digantikan.

Pada kesempatan lain, Dinalah yang harus mengompres deman Mira. Keringat bercucuran dari keningnya bukan karena panasnya cuaca, melainkan kekhawatiran yang sangat melihat Dina kejang terlalu tinggi demannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline